PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA YANG
DITERAPKAN PADA PEMBELAJAR ASING
oleh:
Rahma Haifa Demina (1403761)
Prodi Bahasa dan Sastra Inggris
Pendidikan Bahasa Inggris FPBS UPI 2014
Abstrak
Bahasa Indonesia
merupakan bahasa nasional sekaligus bahasa resmi bangsa Indonesia. Dalam
kehidupan sehari-hari kita berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, meskipun
berbeda suku dan budaya. Namun disinilah letak peran bahasa Indonesia yaitu
sebagai alat pemersatu bangsa. Selain itu, banyak penduduk Indonesia yang merantau
ke mancanegara untuk bekerja disana, bahkan tak jarang pula yang menikah lalu
menetap disana. Dengan begitu penyebaran bahasa Indonesia sudah merambah ke
berbagai negara di dunia dan banyak pula warga negara lain yang mempelajari
bahasa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara yang paling digemari para
orang asing untuk dijadikan destinasi wisata, studi, atau ekspatriasi karena
aneka potensinya. Demi tujuan tersebut, mereka membekali diri dengan
keterampilan bahasa Indonesia. Dari segi linguistik, secara fonologi dan gramatikal bahasa Indonesia
adalah bahasa yang sangat mudah untuk dipelajari. Tidak adanya aturan waktu
atau pun gender yang menjadikan bahasa Indonesia mudah dipelajari oleh siapa
pun dan kapan pun. Maka dari itu, sekarang mulai berkembang program program pengajaran
bahasa Indonesia bagi penutur asing
Kata kunci: warga negara lain yang mempelajari bahasa
Indonesia, program pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing
Pendahuluan
Indonesia memiliki ratusan bahasa daerah yang
diperoleh sejak lahir oleh sebagian masyarakat Indonesia. Untuk kasus tersebut,
bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua. Namun, saat ini banyak pula anak-anak
Indonesia yang langsung memperoleh bahasa Indonesia sejak lahir sehingga bahasa
Indonesia menjadi bahasa pertama mereka. Pada kasus siswa asing yang belajar
bahasa Indonesia, tentunya belajar bahasa Indonesia dapat dikategorikan sebagai
belajar bahasa kedua.
Bahasa pertama seringkali disamakan dengan bahasa ibu,
yakni bahasa yang dikuasai seseorang sejak lahir secara terwaris. Bahasa ini
dikuasai melalui pemerolehan bahasa secara bawah sadar. Sebaliknya, bahasa
kedua merupakan bahasa yang dipelajari sebagai bahasa asing, yang
pemerolehannya dapat terjadi setelah seseorang menguasai bahasa pertama. Bahasa
kedua ini dapat diperoleh baik melalui jalur formal maupun informal
Isi
A.
Bahasa Indonesia di Kalangan
Mahasiswa Asing
Mahasiswa asing yang belajar
di Indonesia berperan besar dalam menyebarluaskan bahasa Indonesia ke seluruh
dunia. “Itu prospektif, pasalnya jumlah mahasiswa yang tertarik mempelajari
bahasa Indonesia dan kuliah di sini terus meningkat," kata Direktur
Kelembagaan dan Kerja Sama Dirjen Dikti Hermawan K Dipojono di Bandung, Jumat,
seperti dikutip dari antaranews.com.
Ia menyebutkan, memperkenalkan bahasa Indonesia di dunia internasional tidak hanya dilakukan orang Indonesia di luar negeri, namun juga mahasiswa asing.
Menurut Hermawan, jumlah mahasiswa asing yang belajar di Indonesia sekitar 8.000 orang, meski masih kalah jauh dari mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri yang bisa sepuluh kali lipatnya.
"Bila mahasiswa asing belajar di Indonesia, mereka otomatis belajar dan menggunakan bahasa Indonesia, mereka cukup efektif dan yang pasti minat mempelajari bahasa Indonesia cukup tinggi," katanya.
Warga negara asing, terutama mahasiswa asing, sangat antusias mengikuti program belajar bahasa Indonesia di puluhan negara di dunia. "Warga negara lain terutama mahasiswa asing sangat antusias terhadap bahasa Indonesia, itu sangat tinggi," kata Ketua Satgas Program Darmasiswa Republik Indonesia (DRI), Pangesti Wiedarti, kepada media.
Ia
menjelaskan, program DRI merupakan program beasiswa bagi mahasiswa asing yang
negaranya memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia untuk belajar di
Indonesia.
Menurut dia, program DRI ini untuk bahasa Indonesia menjadi jurusan favorit para peserta. Hal itu sebagaimana hasil survei pada 2012, yaitu 65 persen bahasa Indonesia, 30 persen seni-budaya, culinary dan tourism 3 persen, lain-lain 2 persen.
Menurut dia, program DRI ini untuk bahasa Indonesia menjadi jurusan favorit para peserta. Hal itu sebagaimana hasil survei pada 2012, yaitu 65 persen bahasa Indonesia, 30 persen seni-budaya, culinary dan tourism 3 persen, lain-lain 2 persen.
“Kami sudah lancar berkomunikasi, sudah bagus, hanya ada
beberapa kata yang belum kami pahami dan sulit mengucapkannya. Kegiatan kami ya
hanya begini, kuliah, main, tidur, baca buku. Kawan-kawan kuliah juga sering
main ke sini, belajar bareng, main juga. Kami juga kadang main ke rumah dosen
yang ada di sekitar kompleks dosen ini,” kata Andrianony Eliane Deborah,
mahasiswa asal Madagaskar yang kini menempuh pendidikan di Jurusan Bahasa dan
Budaya Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
(FKIP Unila).
"Bahasa Indonesia itu gampang," jawaban singkat ini diungkapkan dengan lugas oleh mahasiswi asal China Liang Jingyu menjawab pertanyaan GudegNet dalam acara sharing Mahasiswa Asing Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jumat (09/01/09) di Yogyakarta.
Liang Jingyu (20) atau dalam sehari-hari disapa dengan Fiona,
saat ini masih tercatat sebagai mahasiswi semester enam Jurusan Bahasa
Indonesia di Universitas Guangxi China. Tak diragukan lagi bahasa Indonesianya
tak kalah lancar dengan mahasiswa asli Indonesia.
Meski telah hampir tiga tahun belajar bahasa Indonesia di kampusnya di China, mahasiswi yang pertama kali tiba di Yogyakarta pada 5 September 2008 ini terlihat semakin lancar saja bahasa Indonesianya berkat Program Darmasiswa Pusat Bahasa UAJY yang diikutinya.
Meski telah hampir tiga tahun belajar bahasa Indonesia di kampusnya di China, mahasiswi yang pertama kali tiba di Yogyakarta pada 5 September 2008 ini terlihat semakin lancar saja bahasa Indonesianya berkat Program Darmasiswa Pusat Bahasa UAJY yang diikutinya.
"Program Darmasiswa Pusat Bahasa UAJY ini sangat bagus
dan membantu saya yang ingin belajar bahasa Indonesia dan budayanya lebih
jauh," kata Fiona.
Menurut Fiona, peminat bahasa Indonesia di China masih
tergolong sedikit. Dari alasan tersebut, mahasiswi yang bercita-cita menjadi
penerjemah atau interpreter bahasa Indonesia ini mengambil jurusan ini di
Universitas Guangxi.
"Di China, mahasiswa masih jarang yang mempelajari
bahasa Indonesia. Tapi, saya malah tertarik untuk mempelajarinya. Satu angkatan
saya hanya terisi 14 mahasiswa," ujarnya.
Ketika ditanya mengenai metode pengajaran bahasa Indonesia yang diterapkan UAJY selama empat bulan, Fiona mengaku cara yang diterapkan efektif dan sangat membantu semua mahasiswa, bahkan bagi mereka yang sama sekali belum bisa berbahasa Indonesia.
Sedikit berbeda dengan Fiona, mahasiswi asal Madagaskar Haja Tiana (25) bahkan sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia ketika pertama kali datang ke Jogja. Berkat Program Kemitraan Negara Berkembang (KNB) dari Departemen Pendidikan Nasional, mahasiswi yang akan menempuh gelar pascasarjana Manajemen di UAJY ini terbantu dalam belajar bahasa Indonesia.
Ketika ditanya mengenai metode pengajaran bahasa Indonesia yang diterapkan UAJY selama empat bulan, Fiona mengaku cara yang diterapkan efektif dan sangat membantu semua mahasiswa, bahkan bagi mereka yang sama sekali belum bisa berbahasa Indonesia.
Sedikit berbeda dengan Fiona, mahasiswi asal Madagaskar Haja Tiana (25) bahkan sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia ketika pertama kali datang ke Jogja. Berkat Program Kemitraan Negara Berkembang (KNB) dari Departemen Pendidikan Nasional, mahasiswi yang akan menempuh gelar pascasarjana Manajemen di UAJY ini terbantu dalam belajar bahasa Indonesia.
Menurutnya, belajar bahasa Indonesia memang sedikit sulit,
meski tidak terlalu susah. "Belajar bahasa Indonesia itu sedang saja,
tidak sulit, tapi juga tidak mudah," katanya
B.
Pengajaran Bahasa Indonesia
Melihat kecenderungan di atas, di tahun 90-an dibentuklah
BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing). BIPA adalah istilah untuk program
pembelajaran bahasa Indonesia yang dikhususkan untuk warga negara asing. Program BIPA bukan saja terlahir karena kepentingan-kepentingan finansial
tertentu, melainkan juga karena adanya semangat untuk memancanegarakan bahasa
kita. Di tengah banyaknya generasi yang tidak lagi mencintai bahasa mereka,
BIPA, melakukan tindakan penyelamatan secara nirsadar dengan mengakomodasi
warga lintas negara yang mau “merawat” bahasa Indonesia di ingatan mereka.
Untuk tujuan inilah, berbagai institusi penyelenggara dibangun di beberapa kota
besar.
Orang-orang
dari negara lain pada umumnya membawa bekal bahasa internasional sebagai modal
alat komunikasi ketika hendak ke Indonesia. Melihat peluang pasar ini,
sebenarnya bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa yang “menjual”. Jika selama ini
bahasa asing digunakan untuk kepentingan mengajarkan bahasa asing ke
siswa/mahasiswa, sudah saatnya kita mengubah cara berpikir, alangkah baiknya
jika keterampilan bahasa asing itu dipakai sebagai bahasa pengantar untuk
mengajarkan bahasa Indonesia kepada para pendatang asing yang membutuhkan
bahasa Indonesia.
Pengajaran Bahasa Indonesia kepada siswa Indonesia
tentu berbeda dibandingkan pengajaran
kepada penutur asing (BIPA). Siswa Indonesia tentunya tidak akan
mengalami keterkejutan budaya dalam belajar Bahasa Indonesia jika mereka sejak
lahir tinggal di Indonesia. Selain itu, pengajaran Bahasa Indonesia untuk siswa
Indonesia dilakukan secara formal di sekolah-sekolah. Dengan demikian, siswa
yang dihadapi lebih bersifat homogen dari segi usia dan kompetensi.
Berbeda halnya dengan pengajaran BIPA. Pengajaran BIPA
dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat penyelenggaraannya: di Indonesia atau
di negara asal pelajar. Klasifikasi ini menimbulkan kerumitan yang berbeda. Di
Indonesia, pengajaran BIPA lebih banyak dilakukan oleh lembaga nonformal dan
privat. Lembaga penyelenggara BIPA biasanya akan menerima siswa BIPA yang
datang dari berbagai negara, berbagai profesi, dan berbagai tujuan dengan
kompetensi berbeda. Kompetensi yang berbeda mengharuskan penyelenggara BIPA
melakukan seleksi untuk penempatan siswa pada kelas berbeda. Namun,
penyelenggara BIPA biasanya tidak dapat menempatkan siswa atas klasifikasi asal
negara siswa. Dengan demikian, kelas BIPA seringkali sangat heterogen dari segi
bahasa pertama, usia, tujuan, dan profesi. Heterogenitas
tersebut tentunya akan membawa kesulitan tersendiri bagi para pengajar BIPA di
Indonesia.
Pengajaran BIPA juga dilakukan di negara asal siswa.
Saat ini berdasarkan data di Pusat Bahasa, ada sekitar 58 negara menyelenggarakan
pengajaran BIPA. Data tersebut baru merujuk pada penyelenggaraan BIPA secara
formal. Kondisi pengajaran BIPA di berbagai negara tersebut tentu berbeda
dengan kondisi di Indonesia. Kelas BIPA di negara-negara tertentu lebih homogen
dibandingkan di Indonesia yang tentunya akan lebih mudah dibandingkan
kelas yang heterogen.
Namun, ada juga negara yang memiliki bahasa pertama
yang beragam, contohnya Singapura, kelas BIPA di Singapura mungkin memiliki
siswa yang memiliki bahasa pertama Inggris, Melayu, Mandarin, dan Arab. Maka,
mengingat hal itu pengajar BIPA harus memiliki dua kompetensi utama: kompetensi
berbahasa Indonesia dan kompetensi sebagai pengajar bahasa Indonesia. Tanpa
kompetensi tersebut, pengajar akan banyak menemui kendala.
Keberhasilan pengajaran bukan hanya ditentukan oleh
materi atau media pengajaran yang tersedia tetapi juga ditentukan oleh metode
guru dalam mengajar. Guru juga perlu belajar metode dan pengelolaan kelas yang
tepat bagi siswa.
C.
Prinsip-prinsip Pengajaran Bahasa Indonesia
Ada beberapa
prinsip yang harus diperhatikan pengajar dalam pengajaran Bahasa Indonesia.
1.
Prinsip Prioritas
Dalam
menyampaikan materi, kita harus tahu materi mana yang harus diprioritaskan.
Mendengarkan dan berbicara dilakukan sebelum membaca dan menulis, lalu
mengajarkan kalimat sebelum mengajarkan kata.
2.
Prinsip Korektisitas
Dalam
mengajarkan materi, seorang guru bahasa harus mampu melakukan pembetulan,
jangan hanya menyalahkan siswanya. Ada baiknya jika pengajar menuntut siswanya
untuk bersikap kritis
3.
Prinsip Berjenjang
Jika dilihat dari sifatnya, ada tiga
kategori prinsip berjenjang, yaitu: pertama, pergeseran dari yang
konkret ke yang abstrak, dari yang global ke yang detail, dari yang sudah
diketahui ke yang belum diketahui. Kedua, ada kesinambungan antara apa
yang telah diberikan sebelumnya dengan apa yang akan diajarkan selanjutnya. Ketiga,
ada peningkatan bobot pengajaran terdahulu dengan yang selanjutnya, baik
jumlah jam maupun materinya.
D.
Metode Pengajaran Bahasa Indonesia
Untuk
melatih kemampuan berbahasa siswa, guru dapat melakukan berbagai cara
pengelolaan kelas. Tempat belajar tidak selalu harus di dalam kelas. Guru dapat
mengajak siswa untuk belajar di luar kelas. Jika keadaan tidak memungkinkan dan
siswa harus belajar di kelas, maka tempat duduk siswa dapat diatur bervariasi.
Intinya, suasana kelas harus dibuat menyenangkan sehingga siswa merasa senang
belajar.
Sesuai
dengan bahasan pengelolaan kelas di atas, dalam pembelajaran bahasa Indonesia
disarankan tidak hanya menggunakan satu metode saja. Setiap metode memiliki
kelebihan dan kekurangan.
Dalam pengajaran bahasa Indonesia, guru dapat
menggunakan beberapa pendekatan. Di antaranya adalah pendekatan komunikatif
yang menekankan bahwa fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat untuk
berkomunikasi. Untuk itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan agar siswa
terampil berkomunikasi bukan menghafal kaidah. Konsekuensi dari pendekatan ini
adalah guru bahasa Indonesia diharapkan lebih banyak melatih siswa berbahasa
lisan maupun tulisan. Prestasi siswa bukan hanya dinilai dari ujian tertulis
dan bersifat teoritis tetapi harus juga menilai performansi siswa.
Di
samping itu, pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan dilakukan juga dengan
menggunakan pendekatan terpadu (integratif). Terpadu yang dimaksud di sini
adalah memadukan empat keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis) dengan mata
pelajaran lain.
E.
Kendala dalam Pengajaran Bahasa Indonesia
Dalam praktiknya, setiap pelaksanaaan metode
di atas menghadapi berbagai kendala. Berikut ini adalah beberapa kendala yang
dihadapi pengajar BIPA.
(1) Tidak ada metode yang sempurna, mengingat
setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda. Setiap metode memiliki
kelebihan dan kekurangan sehingga tidak dapat mengakomodasi semua kebutuhan
siswa.
(2) Kesenjangan antara bahasa pertama dan
bahasa target (bahasa Indonesia) yang akan dipelajari akan menyebabkan
ketidaklancaran siswa dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Hal ini
sering terjadi karena kurangnya pengetahuan siswa tentang bahasa Indonesia.
(3) Perbedaan-perbedaan linguistis dan
sosiokultural dari bahasa pertama dan bahasa Indonesia akan mengakibatkan
kesulitan yang cukup besar bagi siswa asing dalam belajar berbahasa. Pembelajar
harus menguasai kompetensi gramatikal dan leksikal dari bahasa Indonesia jika
ingin menguasanya. Namun, sering juga terjadi seorang pembelajar yang sudah
memiliki kompetensi secukupnya dalam bahasa Indonesia tetapi masih menghadapi
kesulitan memahami teks tertentu karena kurangnya pemahaman sosiokultur pemakai
bahasa Indonesia.
(4) Jika tempat
belajar bukan di Indonesia, siswa kesulitan mencari model berbicara selain
gurunya. Akibatnya, dialek guru akan sangat berpengaruh kepada dialek siswa.
Siswa yang belajar bahasa Indonesia dari guru dengan dialek kental Sunda misalnya,
akan mengikuti dialek tersebut karena tidak memiliki model bahasa yang lain.
F.
Solusi Mengatasi Kendala-kendala dalam
Pengajaran Bahasa Indonesia
Untuk mengatasi berbagai kendala dalam
pengajaran Bahasa Indonesia, berikut ini adalah beberapa alternatif solusi yang
dapat dilakukan guru.
(1) Memvariasikan atau memadukan metode
pengajaran sesuai kebutuhan sehingga dapat meminimalisir kekurangan yang ada
pada setiap metode.
(2) Memperpendek kesenjangan antara bahasa
pertama dengan bahasa target. Untuk itu, siswa harus dibekali pengetahuan
bahasa Indonesia secara bertahap mulai dari yang mudah ke sulit.
(3) Pengajar selalu memberikan catatan budaya
pada setiap tema untuk menghindari keterkejutan budaya. Misalnya pada tema
perkenalan, pengajar pun membicarakan budaya orang Indonesia bila berkenalan.
(4) Jika mengajar di negara siswa asing,
pengajar yang memiliki dialek bahasa daerah sangat dianjurkan menyediakan media
audiovisual dengan contoh percakapan-percakapan yang berdialek standar.
(5) Membuat gradasi kesulitan tema, dari tema
konkret ke abstrak sehinggga mempermudah latihan berbicara siswa asing.
(6) Materi ajar yang dipilih diusahakan untuk
dikaitkan dengan latar belakang kondisi pembelajar, misalnya usia (remaja,
dewasa), tingkat pendidikan, kecenderungan minat pembelajar, kebudayaan
pembelajar dan kebudayaan Indonesia.
(7) Bila proses belajar mengajar dilakukan di
Indonesia, ragam bahasa setempat pun harus diperkenalkan kepada pembelajar
setelah ragam formal. Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar pembelajar
merasakan langsung bahwa bahasa Indonesia yang dipelajarinya di kelas dapat digunakan untuk berinteraksi di luar
kelas dengan penutur asli/masyarakat.
(8) Konteks yang diajarkan harus bervariasi,
misalnya di pasar, di kantor, di warung, di toko, di terminal
bis/stasiun/bandara atau pertemuan yang tidak terduga seperti di mal, di
restoran dst.
(9) Menyarankan siswa asing agar memiliki
teman sebaya sebagai pendamping belajar di luar. Hal ini perlu dilakukan jika
tempat belajar di Indonesia. Dengan memiliki teman pendamping, siswa akan dapat
belajar di luar kelas dan lebih mudah menggunakan metode langsung.
Penutup
Saat ini
banyak orang asing yang mempunyai minat yang besar untuk belajar bahasa
Indonesia. Indikasi mulai diterimanya bahasa Indonesia dalam pergaulan
internasional adalah tingginya minat warga asing mempelajari bahasa Indonesia
di pusat pembelajaran bahasa Indonesia di negara mereka. Di luar Indonesia,
menurut data harian Kompas, tercatat ada 150 pusat studi dan kajian bahasa
Indonesia yang tersebar di berbagai negara. Jumlah ini adalah sinyal sekaligus
bukti bahwa Indonesia bisa dimancanegarakan melalui “tangan” kita bersama. Semakin
banyaknya pihak yang mempelajari bahasa Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa
bahasa yang lahir dari Sumpah Pemuda tersebut memiliki potensi untuk sejajar
dengan bahasa lainnya sebagai bahasa asing di dunia. Modal besar ini tinggal
membutuhkan kemauan pemerintah dan kita. Dengan mengajarkan bahasa Indonesia dengan
prinsip dan metode yang baik dan benar bagi pihak asing, maka dapat
menghubungkan pemahaman lintas budaya melalui pengajaran yang dikembangkan di
luar negeri. Masih
banyak hal yang harus dibenahi agar bahasa Indonesia dapat berkembang menjadi
bahasa Internasional. Dan kita sebagai rakyat Indonesia sudah seharusnya
mendukung program internasionalisasi Bahasa Indonesia.
Daftar Pustaka
http://bahasa.kompasiana.com/2012/10/05/bipa-sebuah-upaya-internasionalisasi-bahasa-indonesia-493262.html
Stern, H.H. (1983). Fundamental Concept of Language
Teaching. Oxford University Press.
Falk, Julia
S. (1972). Linguistic and Language. Lexington: Xeroc College Publishing.
Hall, Edward T. (1959). The Silent Language.
New York: A Premier Book.
Koentjaraningrat. (1981). Kebudayaan, Mentalitas,
dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Mackey, William Francis. (1966). Language Teaching
Analysis. London: Longman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar