Selasa, 06 Januari 2015

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA YANG DITERAPKAN PADA PEMBELAJAR ASING - RAHMA HAIFA DEMINA (1403761)

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA YANG DITERAPKAN PADA PEMBELAJAR ASING
oleh:
Rahma Haifa Demina (1403761)
Prodi Bahasa dan Sastra Inggris
Pendidikan Bahasa Inggris FPBS UPI 2014

Abstrak
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional sekaligus bahasa resmi bangsa Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari kita berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, meskipun berbeda suku dan budaya. Namun disinilah letak peran bahasa Indonesia yaitu sebagai alat pemersatu bangsa. Selain itu, banyak penduduk Indonesia yang merantau ke mancanegara untuk bekerja disana, bahkan tak jarang pula yang menikah lalu menetap disana. Dengan begitu penyebaran bahasa Indonesia sudah merambah ke berbagai negara di dunia dan banyak pula warga negara lain yang mempelajari bahasa Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara yang paling digemari para orang asing untuk dijadikan destinasi wisata, studi, atau ekspatriasi karena aneka potensinya. Demi tujuan tersebut, mereka membekali diri dengan keterampilan bahasa Indonesia.  Dari segi linguistik, secara fonologi dan gramatikal bahasa Indonesia adalah bahasa yang sangat mudah untuk dipelajari. Tidak adanya aturan waktu atau pun gender yang menjadikan bahasa Indonesia mudah dipelajari oleh siapa pun dan kapan pun. Maka dari itu, sekarang mulai berkembang program program pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing
Kata kunci: warga negara lain yang mempelajari bahasa Indonesia, program pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing
Pendahuluan
Indonesia memiliki ratusan bahasa daerah yang diperoleh sejak lahir oleh sebagian masyarakat Indonesia. Untuk kasus tersebut, bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua. Namun, saat ini banyak pula anak-anak Indonesia yang langsung memperoleh bahasa Indonesia sejak lahir sehingga bahasa Indonesia menjadi bahasa pertama mereka. Pada kasus siswa asing yang belajar bahasa Indonesia, tentunya belajar bahasa Indonesia dapat dikategorikan sebagai belajar bahasa kedua.
Bahasa pertama seringkali disamakan dengan bahasa ibu, yakni bahasa yang dikuasai seseorang sejak lahir secara terwaris. Bahasa ini dikuasai melalui pemerolehan bahasa secara bawah sadar. Sebaliknya, bahasa kedua merupakan bahasa yang dipelajari sebagai bahasa asing, yang pemerolehannya dapat terjadi setelah seseorang menguasai bahasa pertama. Bahasa kedua ini dapat diperoleh baik melalui jalur formal maupun informal
Isi
A.               Bahasa Indonesia di Kalangan Mahasiswa Asing

Mahasiswa asing yang belajar di Indonesia berperan besar dalam menyebarluaskan bahasa Indonesia ke seluruh dunia. “Itu prospektif, pasalnya jumlah mahasiswa yang tertarik mempelajari bahasa Indonesia dan kuliah di sini terus meningkat," kata Direktur Kelembagaan dan Kerja Sama Dirjen Dikti Hermawan K Dipojono di Bandung, Jumat, seperti dikutip dari antaranews.com.

Ia menyebutkan, memperkenalkan bahasa Indonesia di dunia internasional tidak hanya dilakukan orang Indonesia di luar negeri, namun juga mahasiswa asing.

Menurut Hermawan, jumlah mahasiswa asing yang belajar di Indonesia sekitar 8.000 orang, meski masih kalah jauh dari mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri yang bisa sepuluh kali lipatnya.

"Bila mahasiswa asing belajar di Indonesia, mereka otomatis belajar dan menggunakan bahasa Indonesia, mereka cukup efektif dan yang pasti minat mempelajari bahasa Indonesia cukup tinggi," katanya.

Warga negara asing, terutama mahasiswa asing, sangat antusias mengikuti program belajar bahasa Indonesia di puluhan negara di dunia.     "Warga negara lain terutama mahasiswa asing sangat antusias terhadap bahasa Indonesia, itu sangat tinggi," kata Ketua Satgas Program Darmasiswa Republik Indonesia (DRI), Pangesti Wiedarti, kepada media.
Ia menjelaskan, program DRI merupakan program beasiswa bagi mahasiswa asing yang negaranya memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia untuk belajar di Indonesia.

Menurut dia, program DRI ini untuk bahasa Indonesia menjadi jurusan favorit para peserta. Hal itu sebagaimana hasil survei pada 2012, yaitu 65 persen bahasa Indonesia, 30 persen seni-budaya, culinary dan tourism 3 persen, lain-lain 2 persen.
“Kami sudah lancar berkomunikasi, sudah bagus, hanya ada beberapa kata yang belum kami pahami dan sulit mengucapkannya. Kegiatan kami ya hanya begini, kuliah, main, tidur, baca buku. Kawan-kawan kuliah juga sering main ke sini, belajar bareng, main juga. Kami juga kadang main ke rumah dosen yang ada di sekitar kompleks dosen ini,” kata Andrianony Eliane Deborah, mahasiswa asal Madagaskar yang kini menempuh pendidikan di Jurusan Bahasa dan Budaya Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung (FKIP Unila).

"Bahasa Indonesia itu gampang," jawaban singkat ini diungkapkan dengan lugas oleh mahasiswi asal China Liang Jingyu menjawab pertanyaan GudegNet dalam acara sharing Mahasiswa Asing Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jumat (09/01/09) di Yogyakarta.
Liang Jingyu (20) atau dalam sehari-hari disapa dengan Fiona, saat ini masih tercatat sebagai mahasiswi semester enam Jurusan Bahasa Indonesia di Universitas Guangxi China. Tak diragukan lagi bahasa Indonesianya tak kalah lancar dengan mahasiswa asli Indonesia.

Meski telah hampir tiga tahun belajar bahasa Indonesia di kampusnya di China, mahasiswi yang pertama kali tiba di Yogyakarta pada 5 September 2008 ini terlihat semakin lancar saja bahasa Indonesianya berkat Program Darmasiswa Pusat Bahasa UAJY yang diikutinya.
"Program Darmasiswa Pusat Bahasa UAJY ini sangat bagus dan membantu saya yang ingin belajar bahasa Indonesia dan budayanya lebih jauh," kata Fiona.
Menurut Fiona, peminat bahasa Indonesia di China masih tergolong sedikit. Dari alasan tersebut, mahasiswi yang bercita-cita menjadi penerjemah atau interpreter bahasa Indonesia ini mengambil jurusan ini di Universitas Guangxi.
"Di China, mahasiswa masih jarang yang mempelajari bahasa Indonesia. Tapi, saya malah tertarik untuk mempelajarinya. Satu angkatan saya hanya terisi 14 mahasiswa," ujarnya.

Ketika ditanya mengenai metode pengajaran bahasa Indonesia yang diterapkan UAJY selama empat bulan, Fiona mengaku cara yang diterapkan efektif dan sangat membantu semua mahasiswa, bahkan bagi mereka yang sama sekali belum bisa berbahasa Indonesia.

Sedikit berbeda dengan Fiona, mahasiswi asal Madagaskar Haja Tiana (25) bahkan sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia ketika pertama kali datang ke Jogja. Berkat Program Kemitraan Negara Berkembang (KNB) dari Departemen Pendidikan Nasional, mahasiswi yang akan menempuh gelar pascasarjana Manajemen di UAJY ini terbantu dalam belajar bahasa Indonesia.
Menurutnya, belajar bahasa Indonesia memang sedikit sulit, meski tidak terlalu susah. "Belajar bahasa Indonesia itu sedang saja, tidak sulit, tapi juga tidak mudah," katanya



B.                Pengajaran Bahasa Indonesia
Melihat kecenderungan di atas, di tahun 90-an dibentuklah BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing). BIPA adalah istilah untuk program pembelajaran bahasa Indonesia yang dikhususkan untuk warga negara asing. Program BIPA bukan saja terlahir karena kepentingan-kepentingan finansial tertentu, melainkan juga karena adanya semangat untuk memancanegarakan bahasa kita. Di tengah banyaknya generasi yang tidak lagi mencintai bahasa mereka, BIPA, melakukan tindakan penyelamatan secara nirsadar dengan mengakomodasi warga lintas negara yang mau “merawat” bahasa Indonesia di ingatan mereka. Untuk tujuan inilah, berbagai institusi penyelenggara dibangun di beberapa kota besar.
Orang-orang dari negara lain pada umumnya membawa bekal bahasa internasional sebagai modal alat komunikasi ketika hendak ke Indonesia. Melihat peluang pasar ini, sebenarnya bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa yang “menjual”. Jika selama ini bahasa asing digunakan untuk kepentingan mengajarkan bahasa asing ke siswa/mahasiswa, sudah saatnya kita mengubah cara berpikir, alangkah baiknya jika keterampilan bahasa asing itu dipakai sebagai bahasa pengantar untuk mengajarkan bahasa Indonesia kepada para pendatang asing yang membutuhkan bahasa Indonesia.
Pengajaran Bahasa Indonesia kepada siswa Indonesia tentu berbeda dibandingkan pengajaran  kepada penutur asing (BIPA). Siswa Indonesia tentunya tidak akan mengalami keterkejutan budaya dalam belajar Bahasa Indonesia jika mereka sejak lahir tinggal di Indonesia. Selain itu, pengajaran Bahasa Indonesia untuk siswa Indonesia dilakukan secara formal di sekolah-sekolah. Dengan demikian, siswa yang dihadapi lebih bersifat homogen dari segi usia dan kompetensi.
Berbeda halnya dengan pengajaran BIPA. Pengajaran BIPA dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat penyelenggaraannya: di Indonesia atau di negara asal pelajar. Klasifikasi ini menimbulkan kerumitan yang berbeda. Di Indonesia, pengajaran BIPA lebih banyak dilakukan oleh lembaga nonformal dan privat. Lembaga penyelenggara BIPA biasanya akan menerima siswa BIPA yang datang dari berbagai negara, berbagai profesi, dan berbagai tujuan dengan kompetensi berbeda. Kompetensi yang berbeda mengharuskan penyelenggara BIPA melakukan seleksi untuk penempatan siswa pada kelas berbeda. Namun, penyelenggara BIPA biasanya tidak dapat menempatkan siswa atas klasifikasi asal negara siswa. Dengan demikian, kelas BIPA seringkali sangat heterogen dari segi bahasa pertama, usia, tujuan, dan profesi. Heterogenitas tersebut tentunya akan membawa kesulitan tersendiri bagi para pengajar BIPA di Indonesia.
Pengajaran BIPA juga dilakukan di negara asal siswa. Saat ini berdasarkan data di Pusat Bahasa, ada sekitar 58 negara menyelenggarakan pengajaran BIPA. Data tersebut baru merujuk pada penyelenggaraan BIPA secara formal. Kondisi pengajaran BIPA di berbagai negara tersebut tentu berbeda dengan kondisi di Indonesia. Kelas BIPA di negara-negara tertentu lebih homogen dibandingkan di Indonesia yang tentunya akan lebih mudah dibandingkan kelas yang heterogen.
Namun, ada juga negara yang memiliki bahasa pertama yang beragam, contohnya Singapura, kelas BIPA di Singapura mungkin memiliki siswa yang memiliki bahasa pertama Inggris, Melayu, Mandarin, dan Arab. Maka, mengingat hal itu pengajar BIPA harus memiliki dua kompetensi utama: kompetensi berbahasa Indonesia dan kompetensi sebagai pengajar bahasa Indonesia. Tanpa kompetensi tersebut, pengajar akan banyak menemui kendala.
Keberhasilan pengajaran bukan hanya ditentukan oleh materi atau media pengajaran yang tersedia tetapi juga ditentukan oleh metode guru dalam mengajar. Guru juga perlu belajar metode dan pengelolaan kelas yang tepat bagi siswa.

C.                Prinsip-prinsip Pengajaran Bahasa Indonesia
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan pengajar dalam pengajaran Bahasa Indonesia.
1.      Prinsip Prioritas
Dalam menyampaikan materi, kita harus tahu materi mana yang harus diprioritaskan. Mendengarkan dan berbicara dilakukan sebelum membaca dan menulis, lalu mengajarkan kalimat sebelum mengajarkan kata.
2.      Prinsip Korektisitas
Dalam mengajarkan materi, seorang guru bahasa harus mampu melakukan pembetulan, jangan hanya menyalahkan siswanya. Ada baiknya jika pengajar menuntut siswanya untuk bersikap kritis
3.      Prinsip Berjenjang
Jika dilihat dari sifatnya, ada tiga kategori prinsip berjenjang, yaitu: pertama, pergeseran dari yang konkret ke yang abstrak, dari yang global ke yang detail, dari yang sudah diketahui ke yang belum diketahui. Kedua, ada kesinambungan antara apa yang telah diberikan sebelumnya dengan apa yang akan diajarkan selanjutnya. Ketiga, ada peningkatan bobot pengajaran terdahulu dengan yang selanjutnya, baik jumlah jam maupun materinya.

D.               Metode Pengajaran Bahasa Indonesia

Untuk melatih kemampuan berbahasa siswa, guru dapat melakukan berbagai cara pengelolaan kelas. Tempat belajar tidak selalu harus di dalam kelas. Guru dapat mengajak siswa untuk belajar di luar kelas. Jika keadaan tidak memungkinkan dan siswa harus belajar di kelas, maka tempat duduk siswa dapat diatur bervariasi. Intinya, suasana kelas harus dibuat menyenangkan sehingga siswa merasa senang belajar.

Sesuai dengan bahasan pengelolaan kelas di atas, dalam pembelajaran bahasa Indonesia disarankan tidak hanya menggunakan satu metode saja. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan.
Dalam pengajaran bahasa Indonesia, guru dapat menggunakan beberapa pendekatan. Di antaranya adalah pendekatan komunikatif yang menekankan bahwa fungsi bahasa yang utama adalah sebagai alat untuk berkomunikasi. Untuk itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi bukan menghafal kaidah. Konsekuensi dari pendekatan ini adalah guru bahasa Indonesia diharapkan lebih banyak melatih siswa berbahasa lisan maupun tulisan. Prestasi siswa bukan hanya dinilai dari ujian tertulis dan bersifat teoritis tetapi harus juga menilai performansi siswa.

Di samping itu, pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan dilakukan juga dengan menggunakan pendekatan terpadu (integratif). Terpadu yang dimaksud di sini adalah memadukan empat keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis)  dengan mata pelajaran lain.

E.                Kendala dalam Pengajaran Bahasa Indonesia
Dalam praktiknya, setiap pelaksanaaan metode di atas menghadapi berbagai kendala. Berikut ini adalah beberapa kendala yang dihadapi pengajar BIPA.
(1) Tidak ada metode yang sempurna, mengingat setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan sehingga tidak dapat mengakomodasi semua kebutuhan siswa.
(2) Kesenjangan antara bahasa pertama dan bahasa target (bahasa Indonesia) yang akan dipelajari akan menyebabkan ketidaklancaran siswa dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Hal ini sering terjadi karena kurangnya pengetahuan siswa tentang bahasa Indonesia.
(3) Perbedaan-perbedaan linguistis dan sosiokultural dari bahasa pertama dan bahasa Indonesia akan mengakibatkan kesulitan yang cukup besar bagi siswa asing dalam belajar berbahasa. Pembelajar harus menguasai kompetensi gramatikal dan leksikal dari bahasa Indonesia jika ingin menguasanya. Namun, sering juga terjadi seorang pembelajar yang sudah memiliki kompetensi secukupnya dalam bahasa Indonesia tetapi masih menghadapi kesulitan memahami teks tertentu karena kurangnya pemahaman sosiokultur pemakai bahasa Indonesia.
(4) Jika tempat belajar bukan di Indonesia, siswa kesulitan mencari model berbicara selain gurunya. Akibatnya, dialek guru akan sangat berpengaruh kepada dialek siswa. Siswa yang belajar bahasa Indonesia dari guru dengan dialek kental Sunda misalnya, akan mengikuti dialek tersebut karena tidak memiliki model bahasa yang lain.

F.                Solusi Mengatasi Kendala-kendala dalam Pengajaran Bahasa Indonesia
Untuk mengatasi berbagai kendala dalam pengajaran Bahasa Indonesia, berikut ini adalah beberapa alternatif solusi yang dapat dilakukan guru.
(1) Memvariasikan atau memadukan metode pengajaran sesuai kebutuhan sehingga dapat meminimalisir kekurangan yang ada pada setiap metode.
(2) Memperpendek kesenjangan antara bahasa pertama dengan bahasa target. Untuk itu, siswa harus dibekali pengetahuan bahasa Indonesia secara bertahap mulai dari yang mudah ke sulit.
(3) Pengajar selalu memberikan catatan budaya pada setiap tema untuk menghindari keterkejutan budaya. Misalnya pada tema perkenalan, pengajar pun membicarakan budaya orang Indonesia bila berkenalan.
(4) Jika mengajar di negara siswa asing, pengajar yang memiliki dialek bahasa daerah sangat dianjurkan menyediakan media audiovisual dengan contoh percakapan-percakapan yang berdialek standar.
(5) Membuat gradasi kesulitan tema, dari tema konkret ke abstrak sehinggga mempermudah latihan berbicara siswa asing.
(6) Materi ajar yang dipilih diusahakan untuk dikaitkan dengan latar belakang kondisi pembelajar, misalnya usia (remaja, dewasa), tingkat pendidikan, kecenderungan minat pembelajar, kebudayaan pembelajar dan kebudayaan Indonesia.
(7) Bila proses belajar mengajar dilakukan di Indonesia, ragam bahasa setempat pun harus diperkenalkan kepada pembelajar setelah ragam formal. Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar pembelajar merasakan langsung bahwa bahasa Indonesia yang dipelajarinya di kelas  dapat digunakan untuk berinteraksi di luar kelas dengan penutur asli/masyarakat.
(8) Konteks yang diajarkan harus bervariasi, misalnya di pasar, di kantor, di warung, di toko, di terminal bis/stasiun/bandara atau pertemuan yang tidak terduga seperti di mal, di restoran dst.
(9) Menyarankan siswa asing agar memiliki teman sebaya sebagai pendamping belajar di luar. Hal ini perlu dilakukan jika tempat belajar di Indonesia. Dengan memiliki teman pendamping, siswa akan dapat belajar di luar kelas dan lebih mudah menggunakan metode langsung.



Penutup
Saat ini banyak orang asing yang mempunyai minat yang besar untuk belajar bahasa Indonesia. Indikasi mulai diterimanya bahasa Indonesia dalam pergaulan internasional adalah tingginya minat warga asing mempelajari bahasa Indonesia di pusat pembelajaran bahasa Indonesia di negara mereka. Di luar Indonesia, menurut data harian Kompas, tercatat ada 150 pusat studi dan kajian bahasa Indonesia yang tersebar di berbagai negara. Jumlah ini adalah sinyal sekaligus bukti bahwa Indonesia bisa dimancanegarakan melalui “tangan” kita bersama. Semakin banyaknya pihak yang mempelajari bahasa Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang lahir dari Sumpah Pemuda tersebut memiliki potensi untuk sejajar dengan bahasa lainnya sebagai bahasa asing di dunia. Modal besar ini tinggal membutuhkan kemauan pemerintah dan kita. Dengan mengajarkan bahasa Indonesia dengan prinsip dan metode yang baik dan benar bagi pihak asing, maka dapat menghubungkan pemahaman lintas budaya melalui pengajaran yang dikembangkan di luar negeri. Masih banyak hal yang harus dibenahi agar bahasa Indonesia dapat berkembang menjadi bahasa Internasional. Dan kita sebagai rakyat Indonesia sudah seharusnya mendukung program internasionalisasi Bahasa Indonesia.


Daftar Pustaka
http://bahasa.kompasiana.com/2012/10/05/bipa-sebuah-upaya-internasionalisasi-bahasa-indonesia-493262.html
Stern, H.H. (1983). Fundamental Concept of Language Teaching. Oxford University Press.
Falk, Julia S. (1972). Linguistic and Language. Lexington: Xeroc College Publishing.

Hall, Edward T. (1959). The Silent Language. New York: A Premier Book.
Koentjaraningrat. (1981). Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Mackey, William Francis. (1966). Language Teaching Analysis. London: Longman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar