PENGGUNAAN GAYA BAHASA SARKASME
DALAM PERGAULAN REMAJA
Oleh:
Rd. M. Alfysa Dwikatama (1405429)
Mahasiswa
Prodi Bahasa dan Sastra Inggris – FPBS UPI
Abstrak
Bahasa merupakan harta karun terkaya
yang dimiliki oleh peradaban manusia, karena kajian bahasa sangat luas, tak
terbatas, serta akan selalu berkembang dari generasi ke generasi berikutnya.
Salah satu pemanfaatan kekayaan bahasa tersebut adalah majas atau gaya bahasa.
Majas berprinsip pada pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek
tertentu serta merupakan keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan
cara khas dalam menyampaikan pikiran serta perasaan, baik secara lisan maupun
tulisan.
Sarkasme adalah salah satu permata
gaya bahasa yang secara umum telah dikenal oleh masyarakat. Terdapat beragam
pemahaman mengenai sarkasme, namun pada hakikatnya, sarkasme adalah majas yang
dimaksudkan untuk menyindir atau menyinggung seseorang atau sesuatu. Sebagai
salah satu dari sekian banyak konsumen sarkasme, remaja melekat utuh dengan
sarkasme dalam pergaulannya. Penyebabnya adalah sifat remaja (sebagai transisi
dari anak-anak menuju dewasa) yang masih labil dan mudah terpengaruh, identik
dengan sifat sarkasme sebagai suatu unsur bahasa yang tidak pernah berhenti
berkembang. Oleh karena itu, sarkasme dan pergaulan remaja dapat mempengaruhi
perkembangan masing-masing secara berimbang.
Kata
Kunci: gaya bahasa, sarkasme, pergaulan remaja
A, Pendahuluan
Bahasa adalah kapasitas khusus yang
ada pada manusia untuk memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang
kompleks, dan sebuah bahasa adalah contoh spesifik dari sistem tersebut. Seiring
perubahan zaman, bahasa telah berkembang menjadi suatu kekayaan yang mahaluas. Kekayaan
bahasa tersebut menjadi lebih luas lagi karena dalam penerapannya, bahasa tidak
hanya menjadi sarana komunikasi manusia saja. Bahasa telah membawa pergeseran
arus yang dinamis dalam segala aspek kehidupan manusia, dimulai dari aspek
kebudayaan hingga hal-hal yang jauh lebih kompleks, seperti politik dan sains.
Perkembangan bahasa telah melahirkan berbagai
cabang pemanfaatan bahasa; salah satunya adalah gaya bahasa atau majas. Majas
berprinsip pada pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu
serta merupakan keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas
dalam menyampaikan pikiran serta perasaan, baik secara lisan maupun tulisan.
Majas merupakan karakter unik dari suatu bahasa, karena ia dapat membangun serta
mengembangkan imajinasi yang melebihi makna sesungguhnya suatu kata dengan cara
membandingkan, mempertautkan, mempertentangkan dan bahkan mengulang kata
tersebut.
Sarkasme adalah salah satu permata
gaya bahasa yang secara umum telah dikenal oleh masyarakat. Gaya bahasa
menyindir, baik secara eksplisit maupun implisit, secara lisan maupun tulisan,
telah menjadi bagian manusia dalam kehidupan sosialnya. Remaja, sebagai
individu yang labil, berbagi banyak kesamaan sifat dengan gaya bahasa sarkasme,
sehingga pada umumnya, remaja sering kali menggunakan gaya bahasa sarkasme
dalam pergaulan sehari-harinya. Ketersinambungan antara penggunaan gaya bahasa
sarkasme dan pergaulan remaja ini akan menciptakan banyak pemahaman baru
mengenai gaya bahasa sebagai bagian dari kekayaan bahasa yang mahaluas.
B. Kajian Pustaka
1. Gaya Bahasa Sarkasme
Sarkasme, menurut istilah Kamus
Besar Bahasa Indonesia, adalah (penggunaan) kata-kata pedas untuk menyakiti
hati orang lain; cemoohan atau ejekan kasar. Sebenarnya, ada bermacam-macam
pemahaman mengenai sarkasme ini di berbagai belahan dunia. Di ranah kesusasteraan
Indonesia sendiri, sarkasme merupakan suatu bentuk umpatan yang cara
mengekspresikannya adalah dengan rasa marah atau kesal. Contoh: Kau memang
benar-benar bajingan. Namun di berbagai belahan dunia lain, seperti dalam
kesusasteraan Inggris, sarkasme atau sarcasm
dimaksudkan untuk menyindir atau menyinggung secara implisit tanpa
menggunakan kata kasar. Contoh: Kamu terlalu pintar ya? Soal semudah ini tidak
bisa. Di Indonesia, pemahaman sarcasm ini
memiliki makna yang sama dengan majas sinisme. Oleh karena itu, secara umum
sarkasme merupakan majas pertentangan yang maknanya paling luas, karena dapat
mencakup pemahaman mengenai gaya bahasa sinisme maupun ironi.
Kurnia (2011) dalam laman pribadinya,
mengemukakan bahwa sarkasme telah tumbuh sedari dulu dan mempunyai sejarah yang
amat panjang. Ketika manusia mulai fasih menggunakan bahasa dan menjadikannya
sebuah media artistik, maka gaya mengumpat dan menyindir ikut hadir dan menjadi
seni tersendiri dalam suatu bahasa. Sarkasme telah berkembang dari Romawi Kuno
hingga menjalar cepat ke kebudayaan Inggris dan ke seluruh dunia. Bangsa Asia
termasuk salah satu bangsa yang terlambat dalam mengenal sarkasme, karena pada
awalnya mereka menganggap sarkasme sebagai sesuatu yang tabu dan tidak sesuai
dengan kultur serta kebudayaan mereka.
Kehidupan manusia yang semakin maju telah
menjadikan penggunaan gaya bahasa sarkasme tidak serta merta bertujuan untuk menghina
saja. Sarkasme telah diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu
estetika penulisan, bentuk nasihat, bentuk pembelajaran, hingga candaan
sehari-hari. Hal ini menyebabkan sarkasme telah berkembang menjadi suatu budaya
yang melekat pada kehidupan manusia. Sebagai suatu budaya, sarkasme tidak hanya
melahirkan kelebihan saja, melainkan kekurangan pula. Di samping kelebihan gaya
bahasa sarkasme yang berestetika, banyak orang berpendapat bahwa secara etika,
sarkasme adalah hal yang paling harus dihindari dalam berkomunikasi. Ketika seorang
manusia berkomunikasi dengan manusia lainnya dengan gaya bahasa sarkasme, akan
ada yang menjadi subjek pelaku dan yang menjadi objek penderita. Di satu sisi,
subjek pelaku akan merasakan nilai estetika dan kepuasan dari penggunaan
sarkasme. Di sisi lain, objek penderita akan menilai betapa rendahnya nilai etika
dari penggunaan sarkasme.
Namun, itulah yang menjadikan
sarkasme sebagai suatu gaya bahasa yang paling kaya dan dapat berpengaruh pada
segala aspek kehidupan manusia.
2. Remaja dan Pergaulannya
Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence
mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental,
emosional, sosial, dan fisik. Masa ini kerap dikenal sebagai masa abu-abu
karena posisi seorang remaja tidak dapat didefinisikan sebagai anak-anak maupun
sebagai dewasa. Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari
anak-anak menuju kedewasaan yang berkisar pada usia 12 hingga 21 tahun.
Periode transisi ini membuat sikap
dan konsistensi seorang remaja cenderung berubah-ubah atau lebih dikenal dengan
istilah labil. Selain itu, ciri khas perkembangan remaja lainnya adalah:
mengalami perubahan fisik (pertumbuhan), mengarahkan perhatian pada teman
sebaya dan berangsur melepaskan diri dari keterikatan keluarga, keterkaitan
yang kuat dengan lawan jenis, periode idealis, menunjukkan kemampuan diri, dan
utamanya pencarian jati diri.
Ciri khas perkembangan remaja
tersebut akan tertuang nyata dalam pergaulan sehari-harinya. Di dalam
pergaulannya, seorang remaja bertransformasi menjadi manusia paling dinamis
yang sikapnya akan bergantung pada dirinya, lingkungannya, sahabatnya hingga
hal-hal yang bahkan tidak terkait dengan dirinya. Oleh karena itu, sebagai
bentuk proses pencarian jati diri, pergaulan remaja adalah sampel yang paling menarik
untuk diteliti dalam meneliti aspek kebahasaan.
3. Penggunaan Gaya Bahasa Sarkasme
dalam Pergaulan Remaja
Sebagai
salah satu dari sekian banyak konsumen sarkasme, remaja melekat utuh dengan
sarkasme dalam pergaulannya. Penyebabnya adalah sifat remaja (sebagai transisi
dari anak-anak menuju dewasa) yang masih labil dan mudah terpengaruh, identik
dengan sifat sarkasme sebagai suatu unsur bahasa yang tidak pernah berhenti
berkembang.
Berikut merupakan beberapa bentuk
penggunaan sarkasme paling umum dalam pergaulan remaja:
-
Sarkasme secara eksplisit: Dasar kau
anjing! Dasar kau babi! Dasar kau tidak berguna, begitu saja tidak bisa!
Menyebalkan sekali kau bajingan! Aku benci kau bangsat! Dasar kau goblok! Tidak
punya otak!
-
Sarkasme secara implisit: Pintar sekali
kau (hingga gagal dalam ujian)! Cantik sekali kau (hingga tidak pernah punya
kekasih)! Langsing sekali kau (hingga bajumu tidak ada yang cukup)! Kita adalah
teman sekelas yang kompak (padahal tidak)! Aku sayang kamu (dan dia juga)!
Dari beberapa bentuk penggunaan
sarkasme paling umum dalam pergaulan remaja, dapat dibuktikan mengapa pergaulan
remaja begitu melekat utuh dengan gaya bahasa sarkasme. Sifat remaja yang labil
(transisi dari anak-anak menuju dewasa) membuat seorang remaja cenderung
bersifat emosional. Ia akan mengutamakan emosi dalam segala aspek kehidupannya.
Dan ketika emosinya tersulut, seorang remaja akan sulit mengontrol emosinya
sehingga ia akan melampiaskan emosi tersebut dengan menggunakan sarkasme secara
eksplisit kepada siapapun yang menyulut emosinya. Sifat remaja yang emosional
ini juga turut mendorong seorang remaja cenderung menutupi kejujuran alias berbohong. Ketika dalam
pergaulannya ia mendapati sesuatu atau seseorang yang ia tidak sukai, seorang
remaja lebih gemar menutupi kebohongannya dengan menyampaikan pujian kepada
sesuatu atau seseorang yang ia tidak sukai. Seorang remaja akan menggunakan
sarkasme secara implisit baik dengan bertujuan untuk menghina secara sinis,
ataupun karena ia takut dan tidak sanggup menghadapi situasi dengan
kejujuran.
4. Penutup
Masa remaja merupakan masa yang
paling menentukan dalam kehidupan manusia, karena masa ini akan menjadi batu
loncatan menuju masa depan seorang manusia. Pada masa ini, manusia akan dengan
cepat berkembang dan menentukan arah hidupnya. Selain itu, manusia juga
bersifat labil serta rentan terpengaruh oleh berbagai hal pada masa remaja.
Di sisi lain, bahasa juga merupakan
sesuatu yang tidak akan pernah berhenti berkembang. Suatu bahasa juga akan
dengan mudahnya terpengaruh oleh perkembangan zaman dan lingkungan. Bahasa akan
terus berkembang ke arah yang lebih baik, sesuai dengan arahan penggunanya.
Khususnya dalam hal ini, penggunaan gaya bahasa sarkasme.
Penggunaan gaya bahasa sarkasme
dalam pergaulan remaja menjadi bukti bahwa gaya bahasa sarkasme dan pergaulan
remaja memiliki kesamaan sifat dan mempunyai pengaruh terhadap masing-masing. Di
satu sisi, sarkasme dapat mempengaruhi dan mengubah sikap serta jati diri
seorang remaja. Di sisi lainnya, seorang remaja dapat mempengaruhi citra gaya
bahasa sarkasme; tergantung bagaimana cara ia mengaplikasikan sarkasme dalam
pergaulan sehari-harinya.
Daftar Pustaka
Aziz,
Firman. dkk. (2014). Taktis Berbahasa Indonesia di Perguruan
Tinggi. Bandung: Penerbit Asas UPI.
Haryanto.
“Pengertian Remaja”. [Online]
Tersedia: http://belajarpsikologi.com/pengertian-remaja/. [5 Januari 2015]
Hermawan,
Novaldi. “Sarkasme: Antara Etika dan
Estetika”. [Online]. Tersedia: http://novaldiherman.wordpress.com/2014/10/23/sarkasme-antara-etika-dan-estetika/.
[5 Januari 2015].
Ismail.
(2012). Ironi dan Sarkasme Bahasa Politik
Media. Surabaya: Pustaka Pelajar.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, 2008, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Kartawijaya,
Faris. “Pengertian Lengkap Sarkasme
(Sarcasm)”. [Online]. Tersedia: http://farisnoteindo.blogspot.com/2014/04/pengertian-lengkap-sarkasme-sarcasm.html.
[5 Januari 2015].
Kurnia,
Kafi (2011). “Sindiran – Sentilan dan
Sarkasme”. [Online]. Tersedia:
http://biangpenasaran.blogspot.com/2011/08/sindiran-sentilan-dan-sarkasme.html
[5 Januari 2015]
Prasetyono,
Dwi Sunar. (2011). Buku Majas Lengkap dan
3000 Pribahasa. Jakarta: Diva.
Sabina,
Rosablog. “Ciri Khas Perkembangan
Remaja”. [Online]. Tersedia: http://rosablogsabina.blogspot.com/2011/06/ciri-khas-perkembangan-remaja.html.
[5 Januari 2015]
Sarwono,
Sarlito W. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta:
Rajawali Pers Raja Grafindo Persada.
Anonim.
“Bahasa”. [Online]. Tersedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa. [5 Januari 2015].
Anonim.
“Majas”. [Online]. Tersedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Majas. [5 Januari 2015].
Anonim.
“Sarkasme”. [Online]. Tersedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Sarkasme. [5 Januari 2015].