Selasa, 06 Januari 2015

PENGARUH BAHASA YANG DITERAPKAN ORANG TUA TERHADAP ANAKNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI - MARIA RENY ANDRIYANI SEJA (1403612)

PENGARUH BAHASA YANG DITERAPKAN ORANGTUA TERHADAP ANAKNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

JURNAL
Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu: Dewi Rani Gustiasari, S.S., M.Hum

Oleh:
Maria Reny Andriyani Seja (1403612)



PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INGGRIS
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG 2014





PENGARUH BAHASA YANG DITERAPKAN ORANGTUA TERHADAP ANAKNYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Maria Reny Andriyani Seja

Abstrak. Bahasa merupakan suatu bentuk alat komunikasi manusia yang berupa lambang bunyi melalui alat ucap, dimana setiap suara yang dikeluarkannya memiliki arti. Sejak manusia dilahirkan sesungguhnya ia sudah bisa mendengar bahasa yang terucap disekitarnya. Terutama yang diucapkan oleh orangtuanya. Bahasa tersebut sangat berperan penting dalam tumbuh kembang sang anak karena orangtualah sosok pertama yang ditiru. Bahasa juga yang membentuk kepribadian seseorang.

Pendahuluan
            Dalam menjalani kehidupan sehari-hari ada banyak faktor yang harus diperhatikan oleh manusia. Antara lain kebutuhan jasmani dan rohani. Ada satu hal yang juga berperan sangat penting, yaitu bahasa. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, artinya makhluk yang tidak bisa hidup sendiri dan selalu mencari cara untuk berinteraksi dengan sesama karena pada dasarnya rasa membutuhkan itu akan muncul.
            Saat berinteraksi dengan sesama tentunya kita berkomunikasi. Alat komunikasi yang biasa kita gunakan dinamakan bahasa. Bahasa menyampaikan apa maksud dan tujuan kita. Kepribadian seseorang terpancar dari bahasa dan pemilihan kata yang diucapkannya.
            Kemampuan berbahasa pada anak berkembang seiring dengan terjadinya kematangan dari organ-organ bicaranya. Perkembangan bahasa pada anak belum sempurna pada awal masa bayi. Akan tetapi seiring dengan perkembangan anak, kemampuan berbahasa anak juga terus berkembang. Anak tidak terlepas bantuan dari orang lain dalam mengembangkan bahasanya, orang yang pertama bertanggung jawab adalah orangtua. Karena orangtualah yang sangat signifikan dalam mendidik anak. Apa yang diperoleh dari orangtua akan menjadi pengalaman awal anak yang dapat mempengaruhi kepribadian anak selanjutnya.
           

Komunikasi Keluarga
           
            Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya. Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan.
            Keluarga sebagai kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Keluarga merupakan lingkungan terkecil dan terdekat bagi individu, melalui keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola tertentu. Suasana kekeluargaan dan kelancaran berkomunikasi antara anggota
keluarga dapat tercapai apabila setiap anggota keluarga menyadari dan
menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing sambil menikmati haknya
sebagai anggota keluarga.
            Agar komunikasi dan hubungan timbal balik dapat terpelihara dengan
baik, maka hubungan timbal balik dalam keluarga harus menggambarkan kaitan
yang sangat kuat sebagai berikut:
a. Hubungan suami-istri berdasarkan cinta kasih.
b. Hubungan orangtua dengan anak didasarkan kasih-sayang.
c. Hubungan orangtua dengan anak remaja berdasarkan kasih sabar.
d. Hubungan antara anak didasarkan atas kasih sesama.
e. Komunikasi dalam keluarga akan memberikan rasa aman dan
bahagia bila berlandaskan kasih sayang.

Pola Asuh yang Diterapkan Orangtua
            Keluarga adalah lingkungan sosila pertama yang ditemui anak ketika anak diizinkan untuk melihat dan menikmati dunia. Pertemuan dengan ibu, ayah, dan lingkungan dalam keluarga itu sendiri menjadi subjek sosial yang nantinya akan membentuk dasar anak dengan orang lain. Hubungan anak dengan keluarga merupakan hubungan yang pertama yang ditemui anak. Hubungan anak dengan orangtua dan anggota keluarga lainnya dapat dianggap sebagai suatu sistem yang saling berinteraksi. Sistem-sistem tersebut berpengaruh pada anak baik secara langsung maupun tidak, melalui sikap dan cara pengasuhan anak pada orangtua.
            Banyak yang dipelajari anak dalam keluarga, terutama hubungannya dengan orangtua. Kasih sayang dan cinta kasih yang anak kembangkan dalam hubungan sosialnya, erat kaitannya dengan apa yang diterima dan dirasakan dalam keluarganya. Ketika anak merasa disayangi, ia belajar pula untuk berbagi kasih sayang dengan temannya. Sebaliknya jika pengasuhan yang anak terima selalu menyalahkan dirinya, anak akan belajar mengembangkan perilaku yang sama ketika ia betmain dengan teman-temannya.
            Setiap orangtua selalu menginginkan yang terbaik dari yang terbaik bagi anak-anak mereka. Perasaan ini kemudian mendorong orangtua untuk memiliki perilaku tertentu dalam mengasuh anak-anak mereka. Perilaku mengasuh dan mendidik anak sudah menjadi pola yang sadar tidak sadar keluar begitu saja ketika menjadi orangtua. Oleh beberapa peneliti, perilaku-perilaku ini kemudian diteliti dan muncullah beberapa teori untuk menyimpulkan pola-pola pengasuhan yang berkembang. Berikut empat tipe pola asuh yang dikembangkan pertama kali oleh Diana Baumrind (1967):
1.      Pola asuh demokratis, pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orangtua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orangtua tipe ini juga bersikap realistis. Terhadap kemampuan anak. Tidak berharap berlebihan yang melampaui kemampuan anaknya. Selain itu, mereka memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan. Pendekatan kepada anak bersifat hangat.
2.      Pola asuh otoriter, pola asuh yang cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya, kalau tidak mau makan, maka akan diajak bicara. Orangtua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orangtua, maka mereka tidak segan menghukum anak. Orangtua tidak mengenal kompromi. Dalam komunikasi, biasanya bersifat satu arah. Karena orangtua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai kondisi sang anak.
3.      Pola asuh permisif, biasanya juga sering disebut pola asuh pemanja. Memberikan pengawasan yang sangat longgar dan kesempatan pada anak untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Orangtua cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun, orangtua tipe ini bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.
4.      Pola asuh penelantar, pola asuh dimana orangtua pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim padak anaknya. Waktu orangtua banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk keperluan anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
Pengaruh dari Pola Asuh yang Diterapkan oleh Orangtua
            Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, mampu mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan kooperatif terhadap orang lain.
            Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tetutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri, pemalu, dan tidak percaya diri untuk mencoba hal yang baru.
            Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
            Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak yang moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, self esteem (harga diri) yang rendah, sering membolos sekolah, dan bermasalah dengan teman.
            Dari karakteristik-karakteristik tersebut, orangtua dapat mawas diri, manakah pola asuh yang diterapkannya. Apabila orangtua memahami pola asuh yang mana yang cenderung diterapkan, sadar atau tidak sadar, maka dapat segera mengubahnya ke arah yang lebih baik.
            Orangtua pun dapat melihat, bahwa harga diri yang rendah dari kepribadian sang anak terutama disebabkan karena pola asuh yang penelantar. Di zaman yang semakin berkembang ini, banyak orangtua yang lebih memprioritaskan pekerjaan daripada anaknya sendiri. Mereka lebih banyak meluangkan waktu untuk mencari uang dan uang. Seakan-akan lupa bahwa di rumah ada anak-anaknya yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian lebih. Pergi kerja disaat anaknya masih tertidur pulas, lalu pulang kembali ke rumah ketika anaknya sudah teridur pulas lagi. Sehingga tak jarang, anak-anaknya lebih mengenal pengasuh mereka daripada sosok orangtuanya sendiri.
            Contoh lain adalah orangtua yang sangat otoriter. Biasanya mereka menempatkan anak di posisi yang tertindas dan tidak punya hak. Jika anak tidak menuruti, kekerasan menjadi jawabannya. Pola asuh seperti ini menciptakan anak yang hanya taat kepada orangtua jika ada orangtuanya dan melakukan kekerasan itu terhadap teman ataupun saudara yang lebih lemah. Pada anak yang bersifat perasa, biasanya menjadikan mereka semakin penakut, tidak berani mengambil keputusan dan tidak percaya diri.
            Dari keempat model pengasuhan yang telah dibahas, pola asuh demokratis adalah yang terbaik. Karena pola asuh ini menempatkan orangtua dan anak dalam posisi yang sejajar. Tidak ada hak anak yang dilanggar, kewajiban anak dan orangtua sama-sama dituntut dalam pola asuh ini.
Hubungan Antara Komunikasi Orangtua dengan Rasa Percaya Diri Anak
            Dalam kehidupan keluarga komunikasi antara orangtua dan anak sngat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Setiap orangtua mengharapkan anaknya kelak menjadi seseorang yang berguna dan sukses. Banyak sifat pendukung kemajuan yang harus dibina sejak dini. Salah satunya adalah rasa percaya diri (self confidence). Orangtua bertanggung jawab memenuhi kebutuhan anak guna mengembangkan keseluruhan eksistensi sang anak. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan biologis dan psikologis, seperti rasa aman, dikasihi, dimengerti. Sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik ke arah yang harmonis. Tetapi banyak juga dijumpai dalam keluarga kurangnya komunikasi antara orangtua dan anak, sehingga anak merasa kurang percaya diri.
            Berkomunikasi dengan anak merupakan suatu cara yang paling efektif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tentu saja, komunikasi yang baik bersifat dua arah, artinya kedua pihak saling mendengarkan pandangan satu sama lain. Dengan melakukan komunikasi tersebut, orangtua dapat mengetahui pandangan-pandangan dan kerangka berpikir anaknya, sebaliknya anak juga dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh orangtuanya.
            Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh siswa kelas XI SMK PGRI 1 Ngawi dalam rangka mencari pengaruh tingkat komunikasi orangtua dan anak terhadap rasa percaya diri dengan jumlah populasi 75 siswa. Dari jumlah tersebut telah didaptkan hasil yaitu 13 siswa memiliki tingkat komunikasi yang tinggi dengan prosentase 17%, 51 siswa memiliki tingkat komunikasi sedang dengan prosentase 68%, dan 11 siswa memiliki tingkat komunikasi yang rendah dengan prosentase 15%. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan korelasi product moment didapatkan hasil r hitung 0,637 dan r tabel 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan.
Awal Mulai Proses Komunikasi Orangtua dengan Anak
            Orang-orang terdekat dapat membantu orangtua dan anak untuk menyelesaikan ke layanan dengan memulai, mempromosikan, dan mempertahankan komunikasi timbal balik yang berkelanjutan. Komunikasi tersebut memungkinkan menyeluruh yang dapat membantu perkembangan anak secara maksimal. Hal ini menghasilkan kesinambungan nilai-nilai positif antara keluarga dan layanan pendidikan di masyarakat. Ketika informasi diberikan, keluarga mengembangkan apresiasi yang lebih komprehensif tentang apa yang merupakan kebutuhan informasi yang dibutuhkan anak. Orang-orang disekitar pun lebih mampu menghargai tentang kepentingan dan nilai-nilai keluarga yang telah ditanamkan. Akibatnya, pengembangan program dan evaluasi dalam berkomunikasi dengan anak akan meningkatkan kualitas perkembangan diri anak tersebut.
            Ada lima tahap berurutan komunikasi untuk mencapai pemahaman timbal balik dan keterlibatan antara orangtua dan anak.
1.      Komunikasi tentang kebutuhan fisiologis dan keamanan.
2.      Komunikasi tentang rasa memiliki.
3.      Komunikasi tentang harga diri.
4.      Komunikasi tentang mengetahui dan memahami.
5.      Komunikasi berdasarkan aktualisasi diri.
Manfaat dari Komunikasi yang Terjadi Antara Orangtua dengan Anak
          Komunikasi dan kedekatan antara orangtua dan anak akan mempengaruhi perkembangan sang buah hati. Salah satu cara komunikasi yang efektif adalah melalui komunikasi one by one. Komunikasi ini dilakukan benar-benar hanya antara orangtua dan anak. Cara ini membantu orangtua mengenal lebih dalam karakter, perasaan, dan harapan sang anak. Komunikasi one by one akan mempererat hubungan antara mereka.
            Sebagai orangtua, upayakan meluangkan waktu secara teratur untuk berkomunikasi dengan anaknya. Cara yang paling simpel adalah mengajak anak keluar rumah untuk bermain di taman, jalan-jalan ke tempat wisata, ke toko buku, dan sebagainya. Hal yang terpenting dari kegiatan tersebut yaitu untuk membuat suasana yang mendukung interkasi kedua belah pihak. Agar komunikasi berjalan dengan sempurna, buatlah topik yang sesuai dengan usia anak. Dengan begitu komunikasi yang berlangsung akan menarik untuk dibahas oleh keduanya karena orangtua dan anak sama-sama memahami topik tersebut.

Kesimpulan
1.      Dalam hidup di keluarga, komunikasi dua arah sangat penting dibangun sejak dini terutama antara orangtua dengan anak.
2.      Hubungan komunikasi antara orangtua dengan anak membentuk kepribadian, intelektualitas, dan kualitas hidup sang anak.
3.      Komunikasi yang dilakukan antara orangtua dengan anak harus didasarkan pada rasa saling menyayangi, memahami, dan membutuhkan.
Pustaka Rujukan
Elliot, Roslyn. 2005. Engaging families: Building strong communication. Canberra: Goanna.
Nuruzzakiah. “Hubungan Komunikasi Antara Komunikasi Orangtua dengan Rasa Percaya Diri Anak”. [Online]. Tersedia: https://lib.uin-malang.ac.id. [3 Januari 2015].
Utami, Lulus. “Pentingnya Komunikasi Orangtua dengan Anak”. [Online]. Tersedia: https://sebarinfo45.blogspot.com. [3 Januari 2015].
Pratiwi, Yhana. “Komunikasi Antara Guru/ Orangtua dan Anak”. [Online]. Tersedia: https://www.academia.edu/5272257/. [3 Januari 2015].

1 komentar: