Selasa, 06 Januari 2015

LATAR BELAKANG SEJARAH KEDEKATAN BAHASA INDONESIA DENGAN TAGALOG - ADELLA SUVY FAHRIYATUL AHKAM (1400715)

LATAR BELAKANG SEJARAH KEDEKATAN BAHASA INDONESIA DENGAN TAGALOG
Adella Suvy Fahriyatul Ahkam (1400715)
Mahasiswi Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
Prodi Bahasa dan Sastra Inggris
Universitas Pendidikan Indonesia
2014

Abstrak. Bahasa, dalam perkembangannya memiliki klasifikasi yang didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri-ciri. Para ahli mengklasifikasikan bahasa berdasarkan berbagai pendekatan, salah satunya adalah pendekatan genetis. Klasifikasi genetis menjelaskan bahwa bahasa memiliki suatu bahasa tua atau bahasa awal yang disebut bahasa proto. Saat ini, bahasa proto dibagi menjadi 11 rumpun, yang salah satunya adalah rumpun Austronesia atau dikenal juga dengan Melayu Polinesia, yaitu bahasa Indonesia, Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia. Bahasa dalam rumpun ini bisa dipastikan memiliki banyak kesamaan, contohnya adalah bahasa Indonesia dengan Tagalog di Filipina.

Kata kunci: Perkembangan, klasifikasi, rumpun Austronesia, Bahasa Indonesia, Tagalog.

Pendahuluan
Berbicara mengenai Indonesia dan Filipina, mungkin yang pertama kali muncul dalam benak kita adalah permasalahan perbatasan. Indonesia memiliki 3 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Filipina, yaitu Pulau Miangas, Pulau Marore, dan Pulau Marampit. Namun, dibalik ketegangan perebutan wilayah itu, Indonesia dan Filipina memiliki hubungan bilateral yang sangat baik sejak tahun 1949 di berbagai bidang, mulai dari bidang politik, pendidikan, hingga pariwisata. Bahkan, Indonesia dan Filipina adalah 2 negara pendiri ASEAN, anggota Gerakan Non-Blok, APEC, dan Segitiga Pertumbuhan EAST ASEAN dalam BIMP-EAGA (wikipedia).
Terpisah dengan jarak sekitar 2.779 km atau sekitar 1.727 mil, Indonesia dan Filipina justru memiliki banyak kesamaan, salah satunya adalah kesamaan bahasa. Dalam disiplin ilmu linguistik, kesamaan bahasa bukanlah hal yang aneh dan asing. Bisa dikatakan, bahwa bahasa juga memiliki klasifikasi seperti pada ilmu biologi yang mengklasifikasikan makhluk hidup berdasarkan persamaan dan perbedaan. Klasifikasi ini, menentukan dari mana bahasa itu berasal. Kemudian, bisa diketahui latar belakang apa saja yang membuat bahasa ini memiliki kemiripan di berbagai tempat.
Perlu kita ketahui bahwa bahasa adalah alat yang paling mudah berkembang. Bahasa tidak hanya berkembang ditanah penutur asli bahasa tersebut, bahasa juga mengalami penyebaran seiring dengan interaksi sosial penggunanya. Perkembangan bahasa bisa dipengaruhi berbagai faktor. Misalnya melalui hubungan dagang, kekerabatan etnis, persahabatan atau penjajahan.

Rumpun Austronesia
Secara Etimologi, kata Austronesia sendiri berasal dari bahasa latin "Auster" yang berarti angin selatan, dan bahasa Yunani "Nesos" yang berarti pulau, karena sebagian besar wilayah dimana penduduknya menuturkan bahasa Austronesia adalah pulau-pulau kecil di daerah Selatan / Tropis (kecuali Malaysia), contohnya Seychelles, Bali, Hawai'i, dan Fiji. Austronesia secara umumnya merupakan rumpun bahasa terbesar dengan penutur yang sangat banyak (Alexander, 2005:1).
Bahasa Indonesia sendiri termasuk ke dalam rumpun Bahasa Austronesia yang merupakan rumpun bahasa terbesar ke-5 berdasarkan banyaknya jumlah penutur asli, dan menempati peringkat ke-2 dalam hal banyaknya bahasa dari sebuah rumpun bahasa. Dan uniknya lagi, Bahasa Austronesia yang paling besar berdasarkan banyaknya penutur asli, adalah Bahasa Jawa dan Bahasa Tagalog yang menempati urutan ke-2 Bahasa Austronesia yang memiliki jumlah penutur terbanyak.
Dalam klasifikasinya, rumpun Austronesia dibagi menjadi beberapa cabang dari Bahasa Farmosa di Taiwan. Bahasa Farmosa terdiri dari beberapa anak bahasa, antara lain, Seediq, Atayal, Rukai, Paiwan, Puyuma. Sementara Bahasa-bahasa Austronesia yang ada di luar Taiwan, yang juga dikenal sebagai Malayo-Polinesia, adalah anak bahasa dari salah satu cabang Bahasa Formosa, yaitu Bahasa Paiwan.
Bahasa Malayo-Polinesia ini juga dibagi menjadi 2, yaitu Bahasa Sulu-Filipina dan Bahasa Indo-Melanesia. Bahasa Sulu-Filipina meliputi seluruh Bahasa Filipina termasuk Tagalog/Filipino. Sementara dalam Bahasa Indo-Melanesia, dibagi menjadi Bahasa Malayo-Polinesia barat, dan Bahasa Malayo-Polinesia tengah-timur. Bahasa Malayo polinesia barat dibagi menjadi bahasa Kalimantan, dimana Bahasa Malagasy termasuk dalam cabang ini, dan Bahasa Sunda-Sulawesi.

Sejarah Penyebaran Bahasa Austronesia
Sejarah penyebaran Bahasa Austronesia memang belum menemukan titik jelas, namun para ahli menyepakati bahwa Bahasa Austronesia berasal dari Taiwan.  Menurut Peter Bellwood, Bahasa Austronesia berasal dari Selatan China, sedangkan Taiwan hanya tempat berlakunya segala bahasa. Pendapat ini diputuskan benar oleh kebanyakan ahli arkeologi dan bahasa (Alexander, 2005:11).
Selain Peter Bellwood, Blust juga mendukung gagasan bahwa Bahasa Austronesia awal dan Proto-Austronesia seharusnya berada di Taiwan, dan Blust juga memastikan bahwa lokasi bahasa ini ada di sebelah barat Garis Huxley, yaitu di Taiwan atau Daratan Sunda (Bellwood, 2000:154).
Berbeda dengan kedua tokoh diatas yang menjelaskan bahwa Bahasa Austronesia tidak mutlak berasal dari Taiwan, Paul Benerdict menegaskan bahwa Bahasa Austronesia berasal dari Taiwan. Pendapat ini disepakati oleh tokoh-tokoh lain daripada pendapat Bellwood maupun Blust. Menurut Benerdict, Bahasa Austronesia berasal dari Taiwan dan memandang bahwa Taiwan merupakan tempat permukiman terawal bahasa tersebut. Bahasa Austronesia mulai tersebar dari Taiwan ke Filipina, Borneo, Sulawesi, dan Maluku di Asia Tenggara. Kemudian tersebar ke Halmahera dan kawasan sekitarnya hingga ke Madagascar (Roger Blench dan Matthew Spriggs, 1998:23).
Berdasarkan pandangan ketiga tokoh, bisa diambil garis merah bahwa Bahasa Austronesia berasal dari Taiwan dengan alur penyebaran seperti berikut:
Pada tahun 4500 – 3000 SM, leluhur dari Taiwan bermigrasi ke selatan menuju kepulauan Filipina Utara. Mereka menetap dan memunculkan bahasa Proto-Malayo-Polinesia (PMP). Kemudian, para penutur PMP ini bermigrasi ke Kalimantan dan Sulawesi melalui Filipina Selatan, serta menuju Maluku Utara melalui arah tenggara pada tahun 3500 – 2000 SM.
Selain itu, pada 3000 – 2000 SM, leluhur di Maluku Utara bermigrasi ke selatan dan timur hingga mencapai kawasan Nusa Tenggara. Migrasi dari Papua Utara ke barat pada tahun 2500 SM dan ke timur pada tahun 2000 – 1500 SM melahirkan bahasa penutur baru bagi negara di sebelah barat.
Penutur bahasa PMP ini terus menyebar dan berkembang dari satu tempat ke tempat lainnya. Bahasa yang dituturkan akan tinggal di tempat yang ditinggalkan, dan bahasa yang digunakan akan terus dibawa bersama perpindahan yang dilakukan. Perkembangan bahasa pada periode ini sangat pesat, karena para leluhur yang bermigrasi menempati tempat yang tidak memiliki bahasa, dan bahasa yang dituturkan mudah untuk diikuti.

Kedekatan Bahasa Indonesia dengan Tagalog
Kedekatan bahasa Filipina (Tagalog) dengan bahasa Indonesia ditunjukkan dengan banyaknya kosakata yang mirip. Meskipun makna dan pelafalan yang tidak selalu sama, namun banyak juga yang diserap secara utuh. Ada 3 jenis kedekatan antara Tagalog dan Bahasa Indonesia, yakni:
1.      Sama arti, sama bunyi.
Contoh: anak, asap, lima, bawang, mata, ubi, dll..

2.      Sama arti, beda bunyi.
Contoh: abokado (alpukat), akasya (akasia), alak (arak), anim (enam), baboy (babi), baimbing (belimbing), bayawak (biawak),  hikayatin (hikayat), ikaw (kau), itim (hitam), dll..

3.      Sama bunyi, beda arti.
Contoh: balita (berita).

Selain itu, ada juga beberapa kata-kata dalam Tagalog yang mirip dengan beberapa bahasa daerah di Indonesia, contohnya:
1.      Aso = Asu, anjing (Sunda);
2.      Manok = Manuk, burung, ayam (Sunda);
3.      Ilong = Irung, hidung (Sunda);
4.      Pito = Pitu, tujuh (Jawa);
5.      Walo = Wolu, delapan (Jawa).
Manfaat Kedekatan Tagalog dengan Bahasa Indonesia
            Bahasa sebagai alat komunikasi tentulah sangat penting. Bagi Indonesia yang memiliki banyak hubungan kerjasama dengan berbagai negara, akan lebih baik jika memahami bahasa negara sahabat. Terutama dengan negara tetangga yang memiliki banyak seperti hubungan kerjasama bilateral, misalnya dengan Filipina. Berdasarkan penjabaran diatas, Tagalog dan Bahasa Indonesia banyak memiliki kesamaan, bahkan dekat dan satu rumpun. Dengan banyaknya kesamaan tersebut, Tagalog akan lebih mudah dipelajari. Bagi orang-orang yang memiliki kecenderungan terhadap linguistik, maka Tagalog bisa menjadi alternatif untuk memperluas pengetahuan akan bahasa.

Kesimpulan
1.      Indonesia dan Filipina adalah negara yang bersahabat, selain karena letaknya yang dekat, Indonesia juga telah melakukan kerjasama dalam berbagai bidang dengan Filipina sejak tahun 1949. Kedekatan ini, bukan hanya sebatas kepentingan politik, tetapi juga kedekatan dalam bahasa.
2.      Tagalog dan Bahasa Indonesia masuk ke dalam rumpun Bahasa Austronesia. Rumpun ini, merupaka salah satu rumpun bahasa terbesar dengan jumlah penutur yang banyak.
3.      Kedekatan Bahasa Indonesia dengan Tagalog dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu sama arti-sama bunyi, sama arti-beda bunyi, sama bunyi-beda arti. Selain itu, beberapa kata dalam Tagalog juga mirip dengan beberapa bahasa daerah di Indonesia seperti Sunda, dan Jawa.



Daftar Pustaka
Adelaar, Alexander. 2005. “The Austronesian Languanges of Asia and Madagascar”, dalam Alexander Adelaar & Nikolaus P Himmelman. London dan New York: Routledge.
Ardyanto, Sofwan. 2009. “Kesamaan Kata Dalam Berbagai Bahasa”. [Online]. Tersedia: http://www.kalipaksi.me/2009/04/02/kesamaan-kata-dalam-berbagai-bahasa/ yang direkam pada 2 April 2009. [25 Desember 2014].
Bellwood, Peter. 2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Higham, Charles. 2002. Early Cultures of Mainland Southest Asia. Bangkok: River Books.
Samuel, Jerome. 2005. Kasus Ajaib Bahasa Indonesia: Pemodernan Kosakata dan Politik Peristilahan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Southworth, Franklin. 2005. Linguistic Archeology of South Asia. New york & London: Routledge.
Umey, Meyjuhee. “Menurut Peter Bellwood”. [Online]. Tersedia: https://www.academia.edu/6537190/. [25 Desember 2014].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar