ANALISIS GAYA
BAHASA DALAM CERPEN
MENUNGGU LAYANG-LAYANG KARYA DEWI LESTARI
Azalea Ayu Dewinta Fitriani (1403313)
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstrak: Analisis gaya bahasa dalam cerpen Menunggu Layang-Layang karya
Dewi Lestari menghasilkan simpulan: 1) Gaya bahasa perbandingan yang seluruhnya
berjumlah 44 buah, yang terdiri dari
hiperbola 16 buah, personifikasi
12 buah, simile 6 buah, simbolik 7 buah, sinestesia 2 buah, dan antonomasia 1
buah. 2) Gaya bahasa sindiran yang seluruhnya berjumlah 5 buah, yang terdiri
dari ironi 4 buah dan sarkasme 1 buah. 3) Gaya bahasa penegasan yang seluruhnya
berjumlah 12 buah, yang terdiri dari repetisi 6 buah, klimaks 3 buah, aliterasi
1 buah, antiklimaks 1 buah, dan koreksio 1 buah.
Kata kunci: analisis, gaya bahasa, cerpen.
Pendahuluan
Manusia menggunakan bahasa sebagai media komunikasi dengan manusia lainnya.
Sehingga terjadilah interaksi di antara manusia untuk menyampaikan pesan
masing-masing. Bahasa adalah salah satu bagian penting dalam sebuah karya
sastra. Bahasa jika disusun dengan terampil, menggunakan pilihan kata yang
bagus, memiliki makna yang mendalam, dengan semua aspek itu maka akan terlahir
sebuah karya sastra yang indah, salah satunya adalah cerita pendek. Dari
keindahan itulah hadir gaya bahasa. Seseorang yang bergelut dalam sastra pasti
mempunyai gaya bahasa atau ciri khas-nya tersendiri dalam membuat
karya-karyanya. Gaya bahasa merupakan aspek seni dalam karya sastra. Gaya
bahasa adalah cara-cara tertentu yang digunakan seorang pengarang untuk
menuturkan apa yang ada di dalam pikiran dan perasaannya, bagaimana seorang
pengarang menuangkan ekspresinya. Dengan gaya bahasalah, seorang pengarang
berharap pesan yang dikirimkannya akan sampai kepada pembaca.
Gaya bahasa setiap pengarang itu berbeda-beda dan gaya bahasa akan sangat
mempengaruhi karya-karya yang ditulisnya. Watak atau karakter seorang penulis
karya sastra juga sangat mempengaruhi karyanya. Gaya bahasa seorang penulis dan
bagaimana cara penyampaiannya merupakan salah satu bagian yang menarik dalam
sebuah karya sastra. Karya sastra yang tidak memiliki gaya bahasa rasanya
seperti ada sesuatu yang kurang, ada sesuatu yang ‘hilang’.
Cerpen dan Gaya Bahasa
Cerita pendek atau cerpen adalah prosa naratif fiktif yang menceritakan
salah satu masalah kehidupan tokohnya, sehingga hanya memiliki alur
tunggal. Cerpen biasanya akan langsung
mengarah ke topik utama cerita karena memang alur ceritanya hanya satu dan langsung
tamat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Edgar Allan Poe, Jassin (1961:72)
bahwa cerpen adalah ‘sebuah cerita yang
selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai
dua jam. Sebuah cerpen merupakan prosa fiksi dengan jumlah kata berkisar antara
750-10.000 kata’.
Cerpen, salah satu karya sastra ini berkaitan erat dengan gaya bahasa
(majas). Biasanya majas digunakan oleh
para pengarang untuk mewakili perasaan dan pikirannya. Menurut KBBI, gaya
bahasa atau majas dapat didefinisikan sebagai cara melukiskan sesuatu dengan
jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain. Selain itu gaya bahasa atau majas
dapat diartikan sebagai pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek
tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam
menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
Pada dasarnya gaya bahasa atau majas dibagi menjadi
empat, yaitu:
1.
Majas Perbandingan
Majas yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu dengan membandingkannya dengan
sesuatu yang lain. Majas perbandingan terbagi lagi menjadi beberapa bagian:
·
Alegori
·
Alusio
·
Simile
·
Sinestesia
·
Aptronim
·
Antonomasia
·
Asosiasi
·
Eufimisme
·
Disfemisme
·
Fabel
·
Parabel
·
Hiperbola
·
Litotes
·
Metonomia
·
Hipokorisme
·
Metafora
·
Sinekdot Pars Pro
Toto
·
Sinekdot Totem Pro
Parte
·
Personifikasi
·
Depersonifikasi
·
Perifrasa
·
Eponim
·
Simbolik
·
Asosiai
·
Antopomorfisme
2.
Majas Pertentangan
Kata-kata berkias yang menyatakan pertentangan dengan yang dimaksudkan
sebenarnya oleh pembicara atau penulis dengan maksud untuk memperhebat atau
meningkatkan kesan dan pengaruhnya kepada para pembaca.
·
Paradoks
·
Oksimoron
·
Antitesis
·
Kontradiksi
interminus
·
Anakronisme
3.
Majas Penegasan
·
Apofasis
·
Pleonasme
·
Repetisi
·
Pararima
·
Aliterasi
·
Paralelisme
·
Tautologi
·
Sigmatisme
·
Antanaklasis
·
Klimaks
·
Antiklimaks
·
Inversi
·
Retoris
·
Elipsis
·
Koreksio
·
Polisindenton
·
Asindeton
·
Interupsi
·
Eksklamasio
·
Enumerasio
·
Preterito
·
Alonim
·
Kolokasi
·
Silepsis
·
Zeugma
4.
Majas Sindiran
·
Ironi
·
Sarkasme
·
Sinisme
·
Satire
·
Innuendo
Biografi Pengarang
Dewi Lestari atau yang lebih akrab dipanggil oleh para penggemarnya dengan
‘Dee’ adalah seorang penulis juga seorang penyanyi. Dee sudah mulai menulis
semenjak masih berstatus sebagai siswi SMA 2 Bandung. Saat itu Dee mulai
menulis cerpen-cerpen lalu ia mengirimnya ke berbagai media, Dee juga kerap
mengisi buletin sekolah dengan karya-karyanya. Supernova: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh adalah ledakan
terbesarnya dalam bidang menulis, novel yang diterbitkan di tahun 2001 itu
membuatnya dikenal sebagai seorang novelis.
Sebelumnya, Dewi Lestari lebih dikenal banyak orang sebagai seorang
penyanyi. Lalu ia bergabung dalam sebuah trio bernama Rita Sita Dewi bersama
Rida Farida dan Indah Sita Nursanti. Karena di dalam keluarganya, Dee kecil
sudah akrab dengan musik berkat ayahnya. Begitu juga dengan adiknya yang
bernama Arina, yang kini menjadi vokalis sebuah band indie ‘Mocca’.
Selain novel Supernova, Dee juga
meluncurkan novel Perahu Kertas yang
juga mengundang banyak perhatian pembaca hingga akhirnya novel itu dibuat dalam
versi filmnya. Dee juga menulis banyak cerpen seperti, Kumpulan Prosa: Filosofi Kopi dan Madre: Kumpulan Cerita. Di mana
cerpen Menunggu Layang-Layang
termasuk dalam Madre: Kumpulan Cerita.
Hasil dan Pembahasan
Setiap karya Dee memiliki gaya bahasa(majas) yang selalu menunjukkan ciri
khas-nya dalam menulis. Para pembaca akan di bawa untuk membaca atau merasakan
cerita dengan sudut pandangnya yang selalu menarik dan unik. Dapat dikatakan
gaya bahasa seorang Dee selalu beda dari penulis yang lain. Dee memiliki mantra
atau sihir tersendiri dalam setiap karya-karyanya yang juga dirasakan oleh
pembaca. Dee selalu berhasil menyampaikan ide-idenya sehingga pembaca mendapat
pesan yang ingin disampaikannya, lewat setiap karyanya.
Salah satunya yang menarik adalah cerpen Menunggu Layang-Layang yang
termasuk dalam Kumpulan Cerita: Madre. Isinya sederhana, tentang cinta,
perdebatan seseorang yang mencari cinta dengan seseorang yang menunggu cinta.
Gaya bahasa(majas) yang terdapat dalam cerpen Menunggu Layang-Layang karya Dewi
Lestari antara lain, Hiperbola, Personifikasi, Simile, Simbolik, Sinestesia, Antonomasia,
Ironi, Sarkasme, Repetisi, Aliterasi, Klimaks, Antiklimaks, dan Koreksio.
Hiperbola
Hiperbola merupakan pengungkapan yang melebih-lebihkan
kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
(1) Apapun badai yang dihadapinya, Starla selalu kembali
dengan utuh tanpa goresan.
(2) Rutinitasku terguncang. Guncangan yang menyenangkan.
(3) Semua mata tersedot ke arah pintu.
(4) .....mata mereka beradu, aku menyadari sesuatu.
Musibah besar akan terjadi.
(5) Ternyata dialah yang sedang dirubung api.
(6) Ia melenggang seolah ia sendirian di muka Bumi.
(7) Kupandangi butir-butir nasi berkilau itu.
(8) Gumpalan brownies di tenggorokanku rasanya seperti
tumbuh duri.
(9) Dan sorot matanya lebih memukau daripada matahari
pukul lima-empat-lima.
(10) Ucapan Starla seperti palu yang jatuh dari langit
dan mendarat tepat di ubun-ubun.
(11) Matahari di bola mata itu padam seketika.
(12) ......kali pertamanya diriku terasa robek menjadi
dua.
(13) “tapi, aku sekarat tanpa kamu.”
(14) Rasanya seperti menarik napas untuk kali pertama.
(15) Persendianku seperti mau lepas.
(16) Namun matahari justru kembali terbit di bola matanya
yang kini berbinar cantik.
Personifikasi
Personifikasi merupakan gaya bahasa yang memberikan
sifat-sifat manusia pada benda mati seolah-seolah dapat bergerak dan berbuat
sesuau layaknya manusia.
(1) Saat itu matahari benar-benar misterius.
(2) .....matahari sedang misterius-misteriusnya.
(3) Satu-satunya kartu yang menyambutmu dengan tawa
lebar.
(4) Starla berganti pacar sama gampangnya dengan ganti
kaus kaki.
(5) Pantas matahari sudah ganas.
(6) Setibanya di apartemen, semilir aroma cokelat
menyergap penciumanku.
(7) “Ovenmu terlalu mengilap, terpaksa deh kuperawanin.”
(8) Pandangannya dibuang ke jendela.
(9) Berbinar, seolah bola matanya telah mencuri matahari.
(10) .....aku memesan bangku bioskop sembari memeluk
popcorn dan teh kotak, teman-teman setia yang bahkan kubeli duluan sebelum
membeli tiket.
(11) Pagi yang menyisakan sejumput malam sekaligus
menjanjikan siang.
(12) Pikiranku melayang entah ke mana saat menonton film.
Simile
Majas Simile ini mengandung perbandingan yang bersifat
eksplisit, yang dimaksud dengan perbandingan yang bersifat eksplisit adalah
langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan
upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata-kata: seperti,
sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya.
(1) Hubunganku dengan Starla ibarat ritual minum jamu
pahit yang ditutup dengan segelas mungil air gula.
(2) Rako memang datang ke alamat yang tepat. Bagai
cenayang yang mendapatkan penampakan di bola kristal, aku melihat jelas drama
di balik ini semua.
(3) Perempuan tangguh ini mendadak bagai kucing kecil
yang baru tercebur ke kolam.
(4) Malam itu apartemenku remang seperti bilik spa.
(5) Tapi mulutku seperti dikunci.
(6) Rasanya seperti menarik napas untuk kali pertama.
Simbolik
Simbolik adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan
mempergunakan benda, binatang, atau tumbuhan sebagai simbol atau lambang.
(1) Biar nanti kujadikan fermentasi anggur kupas ini
kambing hitam yang merusak persahabatanku dengannya.
(2) Lembut seperti boneka panda.
(3) Anggap aja kamu ikan lele. Bisa berkembang biak di
septic tank.
(4) “Aku kangen
tempat sampahku.”
(5) ......menghampiri Starla yang masih meringkuk seperti
anak kucing, tenggelam dalam piyamaku yang kebesaran, bergulung dalam selimut
yang naik sampai leher.
(6) Aku tidak mau jadi layang-layang!
(7) “Aku satu-satunya tempat sampahmu selama ini.”
Sinestesia
Sinestesia merupakan suatu ungkapan rasa dari suatu indra
yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
(1) Namun wajah cantik itu malah terlihat melunak.
(2) Suara Starla menyapaku lembut.
Antonomasia
Antonomasia adalah sebuah majas perbandingan yang
menyebutkan sesuatu bukan dengan nama asli dari benda tersebut, melainkan dari
salah satu sifat benda tersebut.Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama
diri lain sebagai nama jenis.
(1) Antara si bodoh yang ingin membiarkan Starla pergi,
dan si bodoh satunya lagi.....
Ironi
Ironi merupakan sindiran dengan menyembunyikan fakta yang
sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut. Atau bisa disebut
dengan sindiran halus.
(1) Merdu tapi mengganggu.
(2) Enak didengar, tapi selalu berbuntut kurang enak.
(3) “Ternyata, di balik kecanggihanmu, mimpimu
superstandar. Tampilannya aja milenium, isinya Maemunah.”
(4) Otakmu
sekarang pasti udah nggak jelas kayak lukisan abstrak. Tinggal dibingkai terus
dipajang di ruang tamu salah satu rumah tropis modern rancanganmu itu.
Sarkasme
Sarkasme merupakan suatu ungkapan yang dimaksudkan untuk
menyindir, atau menyinggung seseorang atau sesuatu. Sarkasme dapat berupa
penghinaan yang mengekspresikan rasa kesal dan marah dengan menggunakan
kata-kata kasar. Majas ini dapat melukai perasaan seseorang.
(1) “Masih lebih bagus daripada manusia nggak punya mimpi
kayak kamu.”
Repetisi
Repetisi merupakan perulangan kata, frasa, dan klausa
yang sama dalam suatu kalimat.
(1) Senang berada di mobil sebelum waktunya. Senang
berada di mobil sebelum jadwal orang bubar kantor.
(2) Kamu takut sama spontanitas. Kamu takut lepas
kendali.
(3) “Ada yang gentleman, ada yang tahu-tahu nangis
semalam suntuk, ada yang ngambek terus banting-banting barang.”
(4) “Starla Cuma hidup di hari ini. Nggak di hari
kemarin, dan nggak juga di hari esok.”
(5) “Mulai sekarang, nggak ada lagi nge-burn CD. Nggak
ada lagi cerita layang-layang.”
(6) Sebagaimana hari kemarin, dan kemarinnya lagi, dan
entah berapa banyak kemarin yang telah lewat,”
Aliterasi
Aliterasi merupakan pengulangan konsonan pada awal kata
secara berurutan.
(1) ......ingin mengejarnya, memeluknya, membawanya
pulang, membuatkannya kunci duplikat, memboyongnya pindah ke tempatku
selama-lamanya....
Klimaks
Klimaks merupakan gaya bahasa untuk menuturkan satu
gagasan atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana meningkat ke yang
lebih kompleks.
(1) “Apa salahnya saling suka, jatuh cinta, mencoba-coba?”
(2) “Yang buat siang, sore, malam?”
(3) Pulang kantor, bergerak lamban dalam arus macet
Jakarta, sampai di apartemenku yang sepi, mandi, menonton televisi, baca buku,
lalu tertidur.
Antiklimaks
Antiklimaks adalah gaya bahasa untuk menuturkan satu
gagasan atau hal dari yang penting atau kompleks menurun kepada yang sederhana.
(1) “Belum apa-apa udah ngomongin kawinlah, tunanganlah,
padahal gue belum siap ke arah sana.”
Koreksio
Koreksio merupakan gaya bahasa yang pada mulanya
menegaskan sesuatu yang dianggap kurang tepat kemudian diperbaiki.
(1) Tapi Rako tidak mau dengar. Tidak pernah ada yang
mau.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil analisis gaya bahasa yang terdapat dalam cerpen Menunggu Layang-Layang
karya Dewi Lestari, dapat diketahui bahwa keseluruhan gaya bahasa berjumlah 61
buah. Gaya bahasa yang digunakan yaitu, 1) Gaya bahasa perbandingan
perbandingan yang seluruhnya berjumlah 44 buah, yang terdiri dari hiperbola 16 buah, personifikasi 12 buah, simile 6 buah,
simbolik 7 buah, sinestesia 2 buah, dan antonomasia 1 buah. 2) Gaya bahasa
sindiran yang seluruhnya berjumlah 5 buah, yang terdiri dari ironi 4 buah dan
sarkasme 1 buah. 3) Gaya bahasa penegasan yang seluruhnya berjumlah 12 buah,
yang terdiri dari repetisi 6 buah, klimaks 3 buah, aliterasi 1 buah,
antiklimaks 1 buah, dan koreksio 1 buah.
Dapat di
tarik simpulan bahwa gaya bahasa yang paling banyak digunakan di dalam cerpen
Menunggu Layang-Layang karya Dewi Lestari adalah gaya bahasa perbandingan yang
berjumlah 44 buah. Dengan ditemukannya jumlah yang banyak penggunaan gaya
bahasa, ini membuktikan bahwa seorang Dewi Lestari mampu membuat karya-karyanya
menjadi lebih indah dan hidup.
Daftar Pustaka
Astri Aprillia. (2012). Macam-Macam Gaya Bahasa. Dalam http://astriaprillia.blogspot.com
/2012/08/macam-macam-gaya-bahasa.html
diakses pada 4 Januari 2015.
Gorys, Keraf. (1988). Diksi
dan Gaya Bahasa (Cetakan Ke-5). Jakarta: Gramedia Pustaka.
Hadi Prayitno. (2011). Jenis Majas. Dalam http://bastindo.blogspot.com/2011/01/jenis- majas.html
diakses pada tanggal 30 Desember 2014.
Iguh Prasetyo. (2014). Gaya Bahasa. Dalam http://iguhprasetyo.wordpress.com/materi/gaya- bahasa/.html diakses pada tanggal
1 Januari 2015.
Lestari, Dewi. (2011). Madre: Kumpulan Cerita. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Poerwadarminta, W.J.S. (1984). Bahasa Indonesia Untuk
Karang Mengarang. Yogyakarta:
U.P.
Indonesia.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (2007). Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan.Yogyakarta: Tera.
Satoto, Soediro. (2012). Stilistika. Yogyakarta: Ombak.
Setyana, dkk. (1999). Buku
Pintar Bahasa dan Sastra Indonesia. Semarang: Aneka Ilmu.
Siti Mahsunah. (2013). Penggunaan Bahasa dalam Sastra. Dalam http://siti-mahsunah- fib12.web.unair.ac.id/.html
diakses pada tanggal 1 Januari 2015.
blogspot.com/2013/02/jenis-jenis-majas-dan-contohnya-bahasa.html diakses pada
3 Januari 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar