Selasa, 06 Januari 2015

PENGGUNAAN KATA "ANJING" DALAM KOMUNIKASI SEHARI-HARI MASYARAKAT SUNDA - ARIS ANDIKA YUDISTIRA (1406971)

Pengunaan Kata “Anjing” dalam Komunikasi Sehari-Hari Masyarakat Sunda

Aris Andika Yudistira (1406971)
Bahasa dan Sastra Inggris

ABSTRAK
Masyarakat sunda dikenal sebagai masyarakat yang ramah dan sopan. Hal ini terdapat di segala aspek kehidupan, mulai dari adat, tingkah laku, hingga tata cara berbahasa. Kepribadian yang seperti itu di bentuk oleh alam di jawa barat yang asri, tentram, dan memiliki tanah yang subur. Dalam segi berbahasa, budaya sunda memiliki aturan yang disebut sebagai undak usuk basa sunda, di dalamnya terdapat tata cara berbahasa khususnya pemilihan kata yang tepat tergantung kepada siapa berbicara. Aturan ini bersinergi dengan kepribadian masyarakat sunda yang ramah dan sopan, dengan adanya aturan ini penutur bahasa sunda tidak perlu khawatir akan menyinggung perasaan lawan bicara, karena semua sudah ada aturannya. Namun beberapa tahun ke belakang, ada fenomena bahasa, yaitu kata “Anjing”.Penutur bahasa sunda seringkali menyelipkan kata “Anjing” di setiap kalimat. Tidak hanya berfungsi sebagai kata sumpah serapah yang bertujuan untuk mengintimidasi lawan bicara, dengan menyamakan lawan bicara dengan hewan anjing, tetapi juga kata “Anjing” ini juga digunakan sebagai kata sisipan, fungsinya hampir seperti tanda koma (,) kata “Anjing” terucap dengan tidak sengaja sebelum jeda antar kalimat. Para penutur kata “Anjing” ini sadar bahwa kata yang diucapkannya merupakan kata yang kasar, yang bagaimanapun juga berkemungkinan dapat menciptakan konflik horizontal. Namun, karena masyarakat sunda memiliki kepribadian yang ramah, maka kata “Anjing” ini tidak terlalu bermasalah, terlebih lagi penutur kata ini sudah dapat memilih situasi dimana baiknya mengucapkan kata “Anjing” tersebut, dapat diketahui karena penutur hanya mengucapkan kata “Anjing” kepada orang sebaya saja.
Kata kunci: Anjing, Bahasa Sunda, Etika.

PENDAHULUAN
Dalam tatanan bahasa sunda, atau yang dikenal sebagai undak usuk basa sunda terdapat banyak aturan tentang tata cara berbahasa sunda yang baik dan benar. Salah satu aturan tersebut adalah adanya hiraki dalam berkomunikasi.Penutur bahasa sunda tidak dapat bercakap semaunya, ada perbedaan kata untuk kepada siapa penutur berbicara.Terdapat tiga tingkatan berbahasa, yaitu basa kasar, basa loma, dan basa lemes.Penjelasan yang lebih mudah ialah, pertama untuk orang yang lebih tua, kedua untuk orang yang lebih muda, dan terakhir untuk orang sebaya.Kepada yang lebih tua, penutur diharuskan berbicara sopan dengan penggunaan kosakata yang berbeda pula.Kepada yang lebih muda pun begitu, untuk dijadikan teladan yang baik.Untuk orang sebaya, tidak terlalu diharuskan seperti kedua lainnya, bahkan seringkali penutur yang sebaya menggunakan bahasa kasar.
Dikarenakan penutur sebaya sudah terbiasa menggunakan bahasa kasar, lalu munculah sebuah fenomena bahasa yang seharusnya kasar namun sekarang mulai terdengar wajar, bahkan hal ini sudah menjadi ikon dalam bahasa sunda, khususnya di Bandung.Fenomena itu adalah kata “Anjing”. Kata ini dapat didengar di setiap sudut kota. Tidak hanya remaja, orang tua bahkan anak-anak menggunakan kata ini.Mereka menyisipkan kata “Anjing” ini di setiap kalimat yeng ducapkan.Tidak ada patokan jelas kapan kata ini digunakan, karena dalam segala keadaan dan emosi, penutur dapat mengucapkannya.

BAHAN DAN METODE
Dalam melaksanakan penelitian mengenai fenomena diatas, peneliti menggunakan angket sebagai alat pengumpul data.Angket disebar kepada sepuluh sampel yeng merupakan mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia, karena dirasa kata “Anjing” banyak dikatakan oleh para mahasiswa dalam komunikasi sehari-harinya.
Angket tersebut berisi tiga buah pertanyaan, yang isinya adalah :
1.      Apakah anda mengucapkan kata “Anjing” secara sengaja?
2.      Apakah anda mengucapkan kata “Aning” hanya kepada orang sebaya?
3.      Apakah menurut anda kata “Anjing” adalah merupakan kata kasar
Pertanyaan hanya membutuhkan jawaban ya atau tidak.
Selain mengumpulkan data melalui penyebaran angket, peneliti juga melakukan observasi lapangan, dengan tujuan mengumpulkan contoh nyata penggunaan kata “Anjing” di masyarakat.Observasi dilakukan di lingkungan kampus Universitas Pendidikan Indonesia.

HASIL


Apakah anda mengucapkan kata “Anjing” dengan sengaja?
Apakah anda mengucapkan kata “Anjing” hanya kepada orang sebaya?
Apakah menurut anda kata “Anjing” adalah merupakan kata kasar?
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Sampel 1

V
V

V

Sampel 2
V

V

V

Sampel 3

V
V

V

Sampel 4

V
V

V

Sampel 5
V

V

V

Sampel 6

V
V

V

Sampel 7

V
V

V

Sampel 8

V
V

V

Sampel 9
V

V

V

Sampel 10

V
V

V


Berdasarkan hasil yang didapat dari angket, dapat diketahui 7 dari 10 sampel berpendapat bahwa kata “Anjing” diucapkan secara tidak sengaja, dan 3 dari 10 berpendapat sebaliknya, kata “Anjing” diucapkan secara sengaja. Lalu 10 dari 10 sampel berpendapat, kata “Anjing” diucapkan hanya kepada orang sebaya saja.Kemudian, 10 dari10 sampel berpendapat jika kata “Anjing” adalah kata kasar.
Adapun hasil dari observasi, peneliti mendapat 5 contoh kalimat yang terdapat kata “Anjing”, hasilnya sebagai berikut :
1.    “Jadi, puisi ini teh anjing, menceritakan tentang…”
2.    “Eucreug atuh ai sia, anjing!”
3.    “Anjing, jam sakieu anyar datang siamah!”
4.    “Teuing anjing, ngeusian naon anjing tadi kuis teh”
5.    “Anjiiiing, edan pisan maneh euy”

PEMBAHASAN

Penggunaan kata “Anjing” dalam kalimat
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk berinteraksi dan melaksanakan fungsi sosial di kehidupan sehari-hari.Seperti yang dinyatakan, “Language is a system of arbitraryvocal symbols used for human communication.” Bahasa merupakansistem simbol yang arbitrer yang digunakan dalam komunikasi manusia(Wardhaugh, 1977:3) Dalam berkomunikasi, pemilihan kata sangatlah penting guna menjaga hubungan dengan sesama manusia, karena jika salah dalam memilih kata bisa saja terjadi konflik. Untuk itu lah dalam bahasa sunda terdapat aturan dalam pemilihan kata yang disebut undak usuk basa sunda.Aturan ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi kesalahan pemilihan kata, karena memang sudah diatur didalamnyapemilihan kata terhadap lawan bicara.Untuk berkomunikasi terhadap orang sebaya, penutur boleh saja menggunakan bahasa yang tidak sesopan yang digunakan saat berbicara dengan orang tua.Dengan adanya ketentuan itu, muncullah fenomena kata “Anjing” di masyarakat sunda, khususnya masyarakat sunda di Bandung.

Fenomena kata “Anjing” ini sudah semakin menggila beberapa tahun ke belakang ini.Berdasarkan hasil penyebaran angket, dari pertanyaan pertama.“Apakah anda mengucapkan kata “Anjing” dengan sengaja?” didapat hasil 7 dari 10 sampel mengatakan kata ánjing terucap dengan tidak sengaja. Dengan kata lain, kata anjing sudah tertanam pada penutur dan akan keluar secara otomatis.
Dalam contoh kalimat (2) dan (3) kata “Anjing” disana merupakan bentuk pelepasan emosi penutur terhadap lawan bicaranya, dan lawan kata “Anjing” disana berfungsi sebagai kata sumpah serapah karena menyetarakan lawan bicaranya dengan anjing.Kata “Anjing” pada contoh kalimat (2) dan (3) pula disebut vokasi.MenurutKridalaksana vokasi adalah kalimat minor bukan klausa berupa nama,gelar, atau pangkat orang yang dipanggil, benda yang dibawa, sepertiWati! Becak! Anjing! (1993:153), pendapat lain mengatakan Vokasi adalah unsur tambahan atau satelit dalam kalimat, berupakata atau frase nomina yang menunjukkan pada prang yang diajakberbicara (penyimak) (Sudaryat,dkk., 2007:152). Berdasarkan hal itu, kata “Anjing” pada kalimat (2) dan (3) adalah kata yang menunjukan pada orang yang diajak berbicara (penyimak).
Kata “Anjing” pada kalimat (2) dan (3) merupakan vokasi.Sejalan dengan hasil penyebaran angket pada pertanyaan 1 “Apakah anda mengucapkan kata “Anjing” dengan sengaja?”3 dari 10 sampel berpendapat mengucapkan kata “Anjing” dengan sengaja, hal tersebut timbul ketika penutur memiliki perasaan marah terhadap lawan bicara, lalu munculah kata “Anjing” yang merupakan kata sumpah serapah yang bertujuan menyetarakan lawan bicara dengan hewan anjing.
Pada kalimat (1), (4), dan (5) kata “Anjing” disana bukan merupakan vokasi, karena tidak menunjukan pada lawan bicara. Kata “Anjing” pada kalimat (1), (4), dan (5) jika diubah menjadi tanda koma (,) tidak akan mengubah esensi kalimatnya sendiri. Sejalan dengan hasil penyebaran angket dengan pertanyaan 1, 7 dari 10 sampel berpendapat bahwa kata “Anjing” terucap dengan sendirinya. Hal ini menunjukan kata “Anjing” adalah sudah menjadi kebiasaan penutur dan akan terucap dengan tanpa kendali kesadaran.

Kata anjing dalam etika berbahasa bahasa sunda
Masyarakat sunda dikenal dengan kesopanan dan keramah-tamahannya, teristimewa pada sunda priangan yang terdapat di daerah pegunungan.Suasana alam yang tentram dan subur membentuk kepribadian yang ramah.Sejalan dengan itu, Suryala (2003:54) mengemukakan tentang asal kata sunda yang berhubungan dengan kepribadian masyarakatnya.
Kata Sunda asalnya dari bahasa Sansakerta yang akar katanya ’sund’ berarti ’bercahaya terang benderang;dari bahasa Kawi Sunda’berarti’air; dari bahasa Jawa Sunda” berarti ’tersusun, merangkap, menyatu;dari bahasa Sunda, Sunda berarti ’indah, molek

Masyarakat sunda pula memiliki pedoman hidup yang berbunyi “silih asuh, silih asih, silih asah”Pedoman ini mengajarkan manusia untuk saling mengasuh dengan landasan saling mengasihi dan salingberbagi pengetahuan dan pengalaman.

Dari hasil penyebaran angket, pada pertanyaan 2, “apakah anda menggunakan kata “Anjing” hanya kepada orang sebaya?” didapat bahwa penutur masih mengikuti peraturan yang terdapat pada undak usuk basa sunda

Sebagai masyarakat sunda yang terkenal keramah-tamahannya, para penutur kata “Anjing” juga sadar akan bahasa yang digunakannya. Terlihat di hasil penyebaran angket pada pertanyaan 3, “Apakah menurut anda kata “Anjing” adalah merupakan kata kasar?”, dan hasilnya 10 dari 10  sampel berpendapat bahwa kata “Anjing” adalah merupakan kata kasar. Hal ini merupakan sebuah kesalahan dimana ketika terjadi pewajaran terhadap sesuatu yang salah dan pelakunya pun sadar akan keasalahannya.


KESIMPULAN

Citra masyarakat sunda yang dikenal sebagai masyarakat yang ramah, tidak terpengaruh oleh fenomena kata “Anjing” yang sudah menjadi kebiasaan  ini. Walaupun hasil dari penyebaran angket pada pertanyaan 3, “ Apakah menurut anda kata “Anjing” adalah merupakan kata kasar?” Dan hasilnya ialah 10 dari 10 sampel berpendapat bahwa kata “Anjing” adalah kata kasar.Namun berdasarkan pembahasan sebelumnya, mayoritas kata anjing yang diucapkan bukan merupakan vokasi yang menunjukan pada lawan bicara, melainkan hanya sebuah kata sisipan ditengah kalimat yang tidak menunjukan sebuah gejala emosi, ataupun menyamakan lawan bicara dengan anjing.Lebih jauh lagi, masih sependapat dengan undak usuk basa sunda, yaitu mengucapkan kata anjing hanya kepada orang sebaya, tidak melanggar etika berbahasa.


DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA Provinsi Jawa Barat.(2011). “Sosial Budaya Masyarakat Jawa Barat”.[PDF]. Tersedia: http://kemahasiswaan.itb.ac.id. [20 Desember 2014]
Herdhiani, Ridha.(2011). “Vokasi Sebagai Kekuatan Berbahasa Dalam Kajian Pragmatik”.Jurnal Pragmalinguistik dan Sosiopragmatik.1-12. [PDF]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu/sonagar/view/1587/vokatif-sebagai-kekuatan-berbahasa-dalam--kajian-pragmatik--pragmalinguistik-dan-sosiopragmatik-.html. [6 Desember 2014]
Nurjanah, Nunuy. “Cara Mendidik Anak Dalam Perspektif Kasundaan”. 1-32. [PDF]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH. [6 Desember 2014]
Setiawan, Hawe. “Etika Sunda”. 1-6. [PDF]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_DAERAH.. [6 Desember 2014]

1 komentar:

  1. punteun, saya mahasiswa dkv 2012 telkom university kebetulan lagi ngangkat PRA Tugas Akhir tentang lokalitas kata "anjing" di kota Bandung, kalo boleh bertanya lebih lanjut boleh ga ?
    sebelumnya isi blognya bermanfaat banget buat saya, jadi saya pengen nanya2 lagi ttg isi blog ini.
    makasih :)
    kalo bisa, ini kontak saya : 082290358511

    BalasHapus